Pertamina Segera RIlis BBM Jenis Baru Campuran Pertamax dan Bioetanol

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.
Petugas melayani pengisian bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax di SPBU Yos Sudarso, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (3/1/2023).
6/6/2023, 21.54 WIB

Pertamina berencana untuk mengedarkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru pada bulan ini. BBM tersebut merupakan campuran Pertamax beroktan 92 dengan bahan bakar nabati bioetanol.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan bahwa langkah tersebut ditujukan untuk mengurangi ketergantungan impor minyak sembari mewujudkan kemandirian energi domestik.

"Kami di bulan ini mau meluncurkan produk baru, yaitu bioetanol. Yakni Pertamax kami campur dengan etanol," kata Nicke dalam Media Briefing Capaian Kinerja 2022 di Grha Pertamina Jakarta pada Selasa (6/6).

Langkah perseroan untuk merilis bioetanol akan menambah portofolio produk bahan bakar nabati yang ditawarkan oleh Pertamina. Perusahaan migas pelat merah itu telah mengedarkan BBM dengan campuran minyak nabati yang diwujudkan dalam program B35.

Adapun program B35 adalah mencampur biodiesel dari fatty acid methyl ester atau FAME minyak kelapa sawit sebesar 35% ke dalam komposisi BBM solar bersubsidi. "Jadi kami akan terus lakukan riset-riset untuk menghasilkan bioenergi dari bahan baku nabati," ujar Nicke.

Nicke memastikan produksi BBM anyar bioetanol tidak akan mengganggu suplai tebu untuk industri gula. Sebagai informasi, bahan baku pembuatan etanol adalah molasses atau tetes tebu yang merupakan produk sampingan dari produksi gula.

Saat memproduksi gula, cairan dari tebu akan diekstraksi dan dipanaskan hingga menjadi kristal. Molasses adalah cairan kental berwarna hitam dengan konsistensi seperti sirup yang tertinggal saat kristalisasi cairan tebu selesai. Bioetanol juga dapat diproduksi dari ekstrak singkong dan jagung.

"Nanti apa rebutan dengan pabrik gula? Tidak, ini cuma tetes tebu saja. Jadi pabrik gula tetap jalan dan potensi Indonesia memang besar," kata Nicke.

Sebelumnya, Pemerintah berencana mencampur bensin dengan bioetanol pada pertengahan tahun ini. Dalam peta jalan percepatan implementasi bioetanol di Indonesia yang diluncurkan Kementerian ESDM, implementasi dimulai dengan E5 atau bioetanol 5%.

Kementerian ESDM memproyeksikan hasil campuran larutan bioetanol 5% atau E5 dengan bensin jenis Pertamax dapat meningkatkan angka oktan dari 92 menjadi maksimum 96.

Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengatakan bahwa besaran nilai oktan tersebut dapat terus meningkat mengikuti porsi campuran bioetanol. "Kalau sekarang masih 5%, oktan Pertamax bisa 94 sampai 96," kata Tutuka saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Rabu (1/3).

Tutuka mengatakan, makin tinggi kandungan bioetanol yang dilarutkan ke dalam Pertamax, kualitas oktannya akan lebih baik dan menghasilkan gas bakar yang rendah emisi. "Etanol kan semacam alkohol, makin banyak campurannya maka akan semakin tinggi (angka oktan)," ujarnya.

Kementerian ESDM juga telah menghitung harga Pertamax akan naik Rp 237 per liter jika dicampur dengan bioetanol 5% atau E5.

Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Edi Wibowo, menyampaikan bahwa sejauh ini produksi bioetanol untuk bahan bakar kendaraan atau fuel grade di dalam negeri baru mencapai 40.000 kilo liter (KL).

Produksi tersebut berasal dari dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni 30.000 KL dari PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dan 10.000 KL dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.

Edi menjelaskan, bahwa seluruh produksi 40.000 KL bioetanol tersebut hanya cukup untuk menjadi bahan baku campuran bensin sejumlah 0,1% dari konsumsi bensin nasional yang mencapai rata-rata 40 juta KL per tahun.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu