Pertamina mengimbau masyarakat Jawa Timur (Jatim) untuk membeli elpiji 3 kilogram (kg) bersubsidi di pangkalan resmi Pertamina atau SPBU terdekat agar mendapatkan stok dengan harga eceran tertinggi atau HET Rp 16.000 per tabung.
Imbauan tersebut menyikapi ketersediaan dan melambungnya harga elpiji 3 kg di beberapa daerah di Jawa Timur. Pertamina Patra Niaga memastikan bahwa stok elpiji melon dalam rantai distribusi Pertamina sampai dengan pangkalan resmi dalam keadaan aman.
Area Manager Comm, Rel & CSR, Ahad Rahedi, mengatakan pihaknya khawatir apabila Pemerintah Daerah (Pemda) bersama unsur di daerah tidak bergerak cepat, ada pihak-pihak yang sengaja membuat situasi sedemikian rupa untuk mendapatkan keuntungan.
“Masyarakat seharusnya tidak perlu resah, cara paling gampang adalah membeli di pangkalan resmi Pertamina atau SPBU terdekat agar mendapatkan stok dengan harga HET sebesar Rp 16.000," kata Ahad dalam siaran pers pada Rabu (21/6).
Dia melanjutkan, masyarakat selama ini mengeluhkan harga dan ketersediaan di level pengecer dan toko kelontong. Menurut Ahad, harga elpiji 3 kg di tingkat eceran dan toko kelontong sudah berada di luar kewenangan Pertamina untuk melakukan pengawasan dan penertiban.
Ahad menyayangkan masih banyak warga yang mengeluh di level pengecer karena kerap menemui kekosongan stok. Mereka enggan ke pangkalan dengan alasan letak pangkalan yang jauh dari rumahnya. Padahal, ujar Ahad, tiap-tiap desanya terdapat pangkalan resmi dan stok selalu tersedia dengan harga HET.
Lebih lanjut, kata Ahad, saat ini seluruh desa dan kelurahan di Jawa Timur minimal terdapat satu pangkalan resmi elpiji Pertamina sejak 2017 seiring pelaksanaan Program One Village One Outlet (OVOO). "Sehingga tidak ada alasan lagi orang cari elpiji susah, karena di desanya sudah pasti ada pangkalan,” ujarnya.
Saat ini jumlah pangkalan elpiji 3 kg di Jatim mencapai 39.931 pangkalan. Untuk stok elpiji dalam keadaan aman sebanyak 24.377 metrik ton dengan konsumsi harian mencapai 4.673 metrik ton.
“Pangkalan elpiji berfungsi melayani konsumen pada tingkat akhir yaitu pengguna secara langsung. Analogi Pangkalan dan Pengecer adalah seperti SPBU dan Penjual Bensin Eceran.
Selain melakukan pengawasan kepada pengecer, Pemda juga diharapkan gencar melakukan sosialisasi konsumen LPG yang berhak dan tidak berhak sesuai amanat dalam Surat Edaran Dirjen Migas Nomor B2461 tahun 2022.
“Masih banyak hotel restoran kafe yang menjadi ranah usaha dalam pengawasan Pemda yang menggunakan LPG 3 kg yang bukan peruntukannya. Mereka membeli di pengecer yang mengambil hak masyarakat yang membutuhkan,” kata Ahad.
Sementara itu Kementerian ESDM tengah merumuskan regulasi untuk menentukan besaran HET elpiji tabung 3 kg secara nasional. Ini bertujuan untuk menyiasati penyaluran elpiji melon yang kerap melebihi kuota tahunan.
Lonjakan permintaan gas bersubsidi disebabkan oleh lebarnya disparitas harga jual antara elpiji tabung melon dan elpiji non subsidi yang mencapai Rp 17.750 per kg.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan tingginya harga eceran elpiji 3 kg di sejumlah daerah disebabkan oleh rantai distribusi yang panjang. Makin panjang alur distribusi, harga elpiji bersubsidi akan makin tinggi.
"Memang yang akan kami evaluasi sekarang adalah kewajaran daripada HET-nya. Pemerintah juga ingin agar harganya bisa wajar untuk diterima pada masyarakat," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (16/6).
PT Pertamina melaporkan hitungan serapan elpiji bersubsidi 3 kg hingga akhir tahun ini akan berada di angka 8,22 juta metrik ton. Besaran tersebut lebih tinggi 2,7% dari alokasi kuota tahunan sejumlah 8 juta metrik ton.
Kementerian ESDM akan meninjau sejumlah daerah terpencil, terluar dan tertinggal atau 3T untuk memangkas rantai distribusi yang panjang. Arifin pun mendorong Pertamina agar lebih ketat dalam mengawasi distribusi elpiji bersubsidi di remote area. Khususnya distribusi pada tingkat depo. "Misalnya di NTT yang akan kami evaluasi kewajaran HET-nya," kata Arifin.