PT Aneka Tambang Tbk atau Antam menyatakan tiga wilayah tambang nikel perseorangan yang masuk ke dalam daftar kawasan hutan tanpa izin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bukan berasal dari hasil eksplorasi perusahaan.
Direktur Utama Antam Nico Kanter, mengatakan tiga daftar hitam bukaan lahan tak berizin itu sudah ada sebelum Antam masuk menjadi pemegang konsensi tambang nikel tersebut. Tiga tambang nikel bermasalah yang masuk dalam daftar KLHK itu berada di daerah Kolaka dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan luasan mencapai 533,5 hektar.
Temuan tersebut dimuat dalam Keputusan Menteri LHK Nomor 196 Tahun 2023 tentang Data dan Informasi Kegiatan usaha yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap IX.
"Tiga bukaan itu sudah lama, sewaktu Antam masuk wilayah itu sudah ada bukaan. Bukaan lahan hutan itu bukan kami yang melakukan," kata Nico di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Kamis (22/6).
Daftar luasan indikatif areal terbuka kawasan hutan tak berizin itu diperoleh dari tinjauan KLHK melalui citra satelit dan pemeriksaan di lapangan. Antam pun prihatin dengan sikap KLHK yang tidak melakukan hal serupa sejak jauh hari. "Jadi bukaan itu sudah terjadi sebelum kami masuk ke sana. Kenapa sewaktu kami belum masuk sana tidak didokumentasikan," ujar Nico.
Meski demikian, Nico menyatakan perusahaan bersedia menanggung sanksi atau denda administratif kehutanan dari temuan yang dihimpun oleh KLHK. "Kami harus pertanggungjawabkan daripada berdalih ini itu," kata Nico.
Selain Antam, KLHK juga memasukan dua perusahaan pelat merah lainnya, yakni PT Semen Indonesia Tbk dan PT Bukit Asam Tbk sebagai perusaaan yang tidak mengantongi izin usaha di bidang kehutanan.