Harga Minyak Berpotensi Terjun ke US$ 50-40 Imbas Gejolak di Rusia

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Harga minyak berpotensi turun hingga ke level US$ 50-40 per barel seiring gejolak politik di Rusia dengan adanya upaya kudeta terhadap Vladimir Putin.
27/6/2023, 12.20 WIB

Harga minyak mentah naik 1% lebih tinggi pada hari Senin (26/6) setelah pasukan tentara bayaran Wagner yang dipimpin oleh Yevgeny Prigozhin membatalkan perjalanannya menuju Moskow, Rusia, sekaligus mencegah upaya kudeta terhadap Vladimir Putin.

Sejumlah pakar keuangan memproyeksikan harga minyak ke depan tergantung pada bagaimana gejolak jangka pendek yang akan terjadi pada akhir pekan ini. Analis Makro Bloomberg Intelligence, Mike McGlone, mengatakan komoditas minyak mentah di pasar saat ini mengalami sentimen penurunan harga atau bearish.

Meski begitu, McGlone yakin posisi minyak masih jauh dari titik terendah, mengingat Federal Reserve masih memperketat kebijakan moneternya dalam upaya meredakan ekonomi dan menurunkan inflasi kembali ke tingkat 2%.

“Saya melihat minyak mentah menuju US$ 50, bahkan mungkin US$ 40. Ini Telah terjadi pada gas alam, dari US$ 10 menjadi US$ 2," kata McGlone, dikutip dari Yahoo Finance Live pada Selasa (27/6).

Adapun pada Selasa (27/6), harga minyak mentah jenis Brent berada di US$ 74,55 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan di level US$ 69,78. Angka tersebut merosot jauh sejak harga puncaknya pada tahun lalu ketika WTI melewati US$ 120 per barel dan Brent melampaui US$ 130.

Pimpinan Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, mengatakan bahwa kondisi gejolak politik di Rusia mendapat atensi yang kuat, mengingat volatilitas minyak mentah pada tahun 2022 terjadi setelah konflik bersenjata Moskow-Ukraina.

"Peristiwa di Rusia mengarahkan pasar untuk mempertimbangkan berapa banyak produksi dan ekspor minyak Rusia dapat terpengaruh jika Wagner mengambil lebih banyak wilayah atau jika Rusia jatuh ke dalam perang saudara," kata Andy.

Satu suara dengan McGlone, Andy juga melihat potensi bearish pada pasar minyak mentah global seiring langkah Presiden Putin yang akan mencoba mengekspor minyak Rusia untuk mengumpulkan uang demi membayar pendukung sekaligus menjaga kesetiaan tentara di sisinya.

McGlone menambahkan, kondisi harga minyak mentah yang melandai selama setahun terakhir terjadi karena Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk mencoba menekan inflasi dan menghasilkan kondisi kredit yang lebih ketat serta meningkatkan kekhawatiran akan resesi.

Pemulihan ekonomi di Cina dan meredanya kebijakan penguncian wilayah (lockdown) pandemi Covid-19 berkontribusi pada bangkitnya permintaan minyak, setelah pada tahun sebelumnya mengalami defisit permintaan.

Harga minyak global juga merosot meskipun Arab Saudi mengumumkan secara sepihak akan memangkas produksi sebesar 1 juta per hari. Langkah itu melanjtukan pengurangan produksi yang diumumkan oleh eksportir terbesar dunia dan sekutunya, lebih dikenal dengan nama OPEC, pada awal April.

“Biasanya yang terjadi ketika OPEC memangkas pasokan adalah yang terjadi di ‘bear market’. Mereka merespons apa yang mereka lihat pada kondisi makro,” ujar McGlone.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu