Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah tengah bernegosiasi di level global untuk menentukan waktu yang tepat bagi Indonesia untuk terlibat lebih dalam pada upaya transisi energi untuk mencegah perubahan iklim dengan menurunkan emisi karbon.
Menurutnya ada implikasi keuangan yang sangat besar bagi Indonesia dalam upaya pencegahan perubahan iklim. Hal ini lantaran Indonesia masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ditenagai dengan batu bara.
“Kita tidak akan bisa mengurangi emisi kalau power plant kita 60% masih berbasis batu bara. Namun kalau punya harusnya kita pakai, wong negara-negara Eropa, Amerika, bahkan Jepang masih pakai batu bara, kenapa Indonesia mau pakai jadi masalah?” ujarnya dalam acara IDE Katadata 2023, dikutip Jumat (21/7).
Menurut Menkeu untuk mencegah perubahan iklim diperlukan transisi energi yang memiliki konsekuensi terhadap ekonomi dan keuangan Indonesia yang luar biasa. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan juga turut mempersiapkan dari sekarang untuk menangani berbagai langkah transisi energi.
“Bagaimana membangun pasar karbon, bagaimana kita bisa menjaga kepentingan Indonesia di kancah dunia di saat dunia sedang berunding mengenai aturan global. Kalau kita tidak cepat, tidak teliti, tidak menganalisa berdasarkan data, kita mungkin akan di-outperformed, outmaneuvered oleh negara lain yang lebih articulate,” ujar Sri Mulyani.
Menkeu pun menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi dalam menghadapi perubahan iklim dan transisi energi. Menurutnya masalah perubahan iklim sama peliknya dengan masalah pandemi yang tidak mungkin dihadapi negara sendirian. Oleh karena itu dia berharap anak-anak muda Indonesia dapat ikut berkontribusi.
“Gak mungkin satu negara kerja sendiri. We have to collaborate and cooperate but at the same time we have to protect Indonesia own interest. Balancing ini yang saya harapkan dari anak-anak muda Indonesia, karena Anda lebih globalize, Anda punya confidence,” ujarnya.