Harga minyak turun sekitar 1% pada akhir perdagangan Rabu (26/7) usai bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin dan turunnya persediaan minyak mentah AS kurang dari yang diharapkan.
Minyak Brent turun US$ 0,72 atau 0,9% menjadi US$ 82,92 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 0,85 atau 1,1% menjadi US$ 78,78 per barel. Kedua harga patokan dunia ini turun lebih dari US$ 1 pada awal sesi perdagangan usai mencapai level tertinggi tiga bulan pada Selasa.
Kenaikan suku bunga Fed, yang ke-11 dalam 12 pertemuan terakhir Federal Open Market Committee (FOMC), menetapkan suku bunga acuan di kisaran 5,25-5,50%, dan pernyataan kebijakan yang menyertainya membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan berikutnya pada September.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman untuk bisnis dan konsumen, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Sementara itu, data Energy Information Administration (EIA) AS menunjukkan persediaan minyak mentah turun 600.000 barel pekan lalu, jauh di bawah proyeksi turun 2,35 juta barel. Angka-angka kelompok industri American Petroleum Institute telah mengindikasikan peningkatan 1,32 juta barel. Stok bensin dan solar juga turun lebih sedikit dari yang diharapkan, menurut data EIA.
“Penurunan tidak terlalu spektakuler. Itu adalah laporan netral hingga bearish, ditambah kenaikan suku bunga Federal Reserve dapat menekan permintaan dan harga,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York, dikutip dari Reuters Kamis (27/7).
Harga minyak telah naik selama empat minggu terakhir, didukung oleh tanda-tanda pengetatan pasokan, sebagian besar terkait dengan pengurangan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia, serta janji otoritas Cina untuk memberikan stimulus ekonomi.
Meskipun pasar mengharapkan Arab Saudi untuk melanjutkan pengurangan produksi Agustus ke September, sumber mengatakan bahwa Rusia diperkirakan akan secara signifikan meningkatkan pemuatan minyak pada bulan September, mengakhiri pemotongan ekspor yang tajam.
Sementara itu, kekhawatiran tinggi mengenai apakah Cina, juga konsumen minyak terbesar kedua dunia, akan memenuhi janji kebijakannya. “Kita masih perlu menunggu kebijakan yang sebenarnya - risikonya kebijakan ini tidak sesuai harapan,” kata kepala strategi komoditas ING, Warren Patterson.
“Pasar akan terus berada dalam tarik menarik antara pengetatan pasokan global dan kekhawatiran melambatnya permintaan akibat perlambatan ekonomi global,” tambah Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, unit Nissan Securities.