Pasokan Gas Melimpah, ESDM Tepis Isu Indonesia Jadi Importir pada 2040

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/tom.
Petugas memeriksa instalasi pipa regasifikasi (pengubahan kembali LNG menjadi gas) di area pabrik PT Perta Arun Gas (PAG) di Lhokseumawe, Aceh, Senin (27/2/2023).
27/7/2023, 07.05 WIB

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, meyakini industri hulu migas domestik mampu memenuhi pasokan gas nasional hingga 2040. Dia menepis proyeksi Wood Mackenzie (WoodMac) yang menyatakan Indonesia bakal menjadi importir gas pada 2040 karena pasokan dalam negeri tak mencukupi.

Tutuka mengatakan pasokan gas di dalam negeri ke depan bakal berada pada kondisi optimal jika target produksi gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 tercapai. Lebih lanjut, dia menganggap kepastian pasokan gas domestik makin mumpuni jika hasil eksplorasi gas di Laut Andaman Aceh dan Blok Migas Agung BP menuai hasil positif.

"Kalau target produksi 12 BSCFD itu bisa tercapai, saya optimis pasokan gas domestik pada 2040 masih oke," kata Tutuka di sela acara Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition 2023 di ICE BSD Tangerang pada Rabu (26/7).

Dia mengakui bahwa serapan gas dalam negeri cenderung meningkat karena masifnya aktivitas hilirisasi mineral yang mayoritas menggunakan gas sebagai bahan baku maupun bahan bakar pembangkit listrik pabrik pemurnian maupun smelter.

Melansir catatan Kementerian ESDM, kebutuhan gas domestik pada 2022 menyentuh 3,6 BSCFD atau 68% dari total produksi tahunan. Sementara sisanya, yakni 1,7 BSCFD atau 32% dialokasikan untuk kebutuhan ekspor.

Adapun serapan gas domestik relatif stagnan, bahkan menurun dari 3,8 BSCFD pada 2017 menjadi 3,6 BSCFD pada 2022. Serapan gas dalam negeri ditargetkan naik menjadi 3,8 BSCDF pada tahun ini.

Tutuka menyatakan iklim investasi hulu migas dalam negeri cenderung membaik dengan split atau kontrak bagi hasil 50:50 untuk pengembangan lapangan migas berisiko tinggi atau high risk. Pemerintah juga mendorong DPR untuk menuntaskan Revisi Undang-Undang Migas untuk menambah kepastian investasi dalam negeri.

"RUU Migas kami dorong terus supaya bisa berhasil maka akan lebih fundamental lagi untuk iklim investasi," ujar Tutuka.

WoodMac Prediksi Indonesia Jadi Importir Gas pada 2040

Lembaga Penelitian dan Konsultan Energi Wood Mackenzie atau WoodMac memprediksi permintaan dan konsumsi gas di Indonesia terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penggunaan bahan bakar pembangkit listrik dan bahan baku industri.

Dalam White Paper bertajuk 'Achieving Resilience in the Energy Transition to Safeguard Indonesia’s Economic Growth & Sustainable Development', WoodMac bersama Indonesian Petroleum Association (IPA) menyampaikan 63% dari total permintaan gas Indonesia berasal dari sektor industri.

Research Director Upstream and Carbon Management of Wood Mackenzie, Andrew Harwood, mengatakan penurunan produksi gas dalam negeri mampu meningkatkan risiko pergeseran status Indonesia sebagai pengekspor gas menjadi importir gas untuk memenuhi kebutuhan sektor industri.

“Saat ini produksi minyak dan gas dalam negeri menghadapi pertumbuhan demand dan itu akan mengubah Indonesia dari negara pengekspor menjadi pengimpor gas alam," kata Andrew saat memberikan paparan White Paper di Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition 2023 di ICE BSD Tangerang pada Rabu (26/7).

WoodMac memproyeksikan permintaan gas dari sektor industri bakal tumbuh signifikan hingga 3,8% per tahun pada skenario bisnis biasanya (business as usual). Sedangkan, permintaan gas domestik akan tumbuh hingga 10,3% pada skenario optimistik (OPT) per tahun.

Di sisi lain, White Paper WoodMac memproyeksikan produksi migas domestik bakal mengalami penurunan hingga 12,6% pada skenario business as usual dan 4,3% pada skenario OPT.

Lebih lanjut, WoodMac menuliskan produksi migas dalam negeri bakal bakal berada di bawah target 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd) pada 2030 apabila pemerintah tidak mengoptimalkan investasi pada sisi eksplorasi dan pengembangan lapangan baru.

Peningkatan investasi pada sektor hulu migas dinilai penting mengingat produksi jangka panjang migas Indonesia bertumpu pada lapangan tua dengan risiko eksplorasi yang tinggi. "Para pembuat kebijakan harus memperhitungkan ketahanan energi dan Indonesia butuh pendekatan progresif di sektor hulu," ujar Andrew.

"Manfaat meningkatkan produksi gas dalam negeri dapat mempertahankan Indonesia sebagai eksportir, mengurangi impor, hingga perlindungan dari gejolak harga internasional."

Berdasarkan data BP, produksi gas Indonesia sebesar 59,29 miliar meter kubik pada 2021. Angka tersebut turun 0,41% dibanding tahun sebelumnya. Sehingga, produksi gas nasional turun untuk yang kesepuluh kalinya dalam satu dekade terakhir. Jika dibandingkan dengan posisi 2021, produksi gas Indonesia turun 19,01 miliar kubik atau 24,27%.

Sedangkan konsumsi gas Indonesia pada 2021 sebesar 37,08 miliar meter kubik. Angka tersebut turun 1,16% dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan posisi 2012, konsumsi gas domestik juga turun 5,89 miliar meter kubik atau 13,71%.

Penurunan produksi gas lebih cepat dibandingkan dengan konsumsi membuat neraca gas Indonesia menyempit menjadi 22,21 miliar meter kubik pada 2021 dibandingkan satu dekade lalu yang mencapai 35,33 miliar meter kubik.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu