Pesawat komersial Boeing 737-800 yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia akan ground test (uji darat) dan flight test (uji terbang) dengan menggunakan Bioavtur. Untuk mempersiapkan hal itu, Kementerian Perhubungan dan Garuda Maintenance Facilities atau GMF melakukan pengujian statik yang dilaksanakan pada Rabu (26/7).
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara M. Mauludin menyambut baik dilakukannya "2023 Bioavtur Testing on Engine Test Cell of GMF" di Gedung GMF, Tangerang.
"Kita apresiasi atas dedikasi dan kerja kerasnya yang konsisten hingga pada hari ini berhasil melakukan uji produksi bioavtur yang juga telah melalui uji laboratorium, pengujian statik test pada test cell, serta pengujian ground test dan flight test pada pesawat CN235 registrasi militer," ujarnya melalui keterangan tertulis yang disampaikan Rabu malam (26/7).
Menurut Mauludin, Pengujian statik test Bioavtur ini dilaksanakan dalam rangka persiapan ground test dan flight test pada pesawat komersial Boeing 737-800 yang dioperasikan oleh Garuda Indonesia.
Mauludin mengatakan, Indonesia telah berkomitmen untuk menjalankan upaya mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi. Pada sektor transportasi udara, Kemenhub ikut berperan aktif dalam memenuhi komitmen tersebut melalui penyusunan regulasi, keterlibatan dalam diskusi strategis pada tingkat kelompok kerja di International Civil Aviation Organization (ICAO), dan juga berupaya mengimplementasikan kebijakan ICAO tersebut.
Tahun 2021 lalu, Ditjen Perhubungan Udara berkolaborasi dengan stakeholder dari industri aviasi untuk memformulasikan dokumen State Action Plan Penurunan Emisi Karbon di Sektor Penerbangan revisi ke 3 yang disampaikan kepada ICAO.
"Kami menyadari bahwa pengembangan bioavtur merupakan isu strategis. Terlihat dari meningkatnya kolaborasi antar berbagai organisasi dan industri penerbangan," ucapnya.
Mauludin menuturkan bahwa Ditjen Perhubungan Udara akan terus memberikan dukungan untuk pengembangan bioavtur ini.
"Pekerjaan rumah kita masih cukup banyak dalam mewujudkan produksi massal dan implementasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia, namun demikian kami percaya, dengan upaya yang serius, Indonesia akan mampu berkontribusi menjadi penyumbang pasokan SAF dunia dalam rangka penurunan emisi karbon dari aktivitas penerbangan," ujarnya.
Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan bahan bakar hijau di skala global totalnya mencapai 159,1 juta kiloliter (kl) pada 2019. Namun, pada 2020 permintaan menurun seiring dengan awal munculnya pandemi, dan baru mulai pulih pada 2021.
"Permintaan biofuel kembali pulih pada 2021 dari dampak Covid-19, hingga mendekati level tahun 2019," ungkap IEA dalam laporan Renewable Energy Market Update edisi Mei 2022.
Menurut data IEA, selama periode 2019-2021 bahan bakar hijau yang memiliki permintaan tertinggi di skala global adalah etanol, yakni bahan bakar cair dari olahan tebu atau tanaman berpati seperti singkong, gandum, sorgum, dan sebagainya.
Sedangkan permintaan global untuk bahan bakar hijau jenis biodiesel dan renewable diesel lebih rendah, seperti terlihat pada grafik.