Menteri ESDM Minta Aturan TKDN Longgar Demi Proyek Pembangkit EBT

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/POOL/foc.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif
Editor: Lavinda
11/8/2023, 16.52 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyarankan aturan ambang batas tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dilonggarkan demi mempercepat pengembangan pembangkit energi terbarukan di dalam negeri.

Sebagai informasi, aturan pemenuhan TKDN paling anyar tertulis dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik alias RUPTL 2021-2030. PLN wajib mengakomodir TKDN tinggi untuk pembangunan pembangkit energi biomassa dan biogas milik PLN.

Arifin mengatakan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan harus terus berjalan, meski perlu menekan penggunaan barang atau jasa domestik.

Menurut dia, pelonggaran aturan TKDN bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan investor luar negeri yang membutuhkan pengadaan barang atau jasa sesuai pedoman pengadaan lembaga keuangan internasional selaku pemberi kredit.

"Memang harus ada pengecualian supaya program percepatan bauran energi terbarukan dan target emisi bisa berjalan. Kalau memang tidak ada, apa proyeknya harus mandek? Kan tidak," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (11/8).

Pernyataan Arifin sekaligus mengafirmasi keluhan PT PLN yang menyebutkan aturan TKDN membuat investasi asing tak tertarik dengan pembangunan pembangkit energi terbarukan di dalam negeri.

"Soal itu sudah dibahas dengan PLN, dan memang pemerintah harus lakukan pembinaan supaya industri dalam negeri dapat terus mempunyai progres," ujar Arifin.

EVP Aneka Energi Baru Terbarukan PLN Zainal Arifin mengatakan penggunaan barang atau jasa dari dalam negeri dinilai kurang sesuai dengan pedoman pengadaan lembaga keuangan internasional.

Dia mencontohkan, rencana pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Hululais, Bengkulu, terhambat karena alasan tersebut.

Dalam proyek itu, PLN telah menggenggam komitmen kucuran dana dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Namun, JICA tak melanjutkan realisasi kredit karena kewajiban TKDN yang tak sesuai dengan pedoman pengadaan perusahaan.

"JICA tak bisa teruskan atau approve pendanaan karena local content tak sesuai dengan guideline mereka," kata Zainal dalam diskusi bertajuk 'Bagaimana strategi Indonesia mencapai target bauran 23% energi terbarukan pada tahun 2025?' pada Kamis (27/7).

Kejadian serupa juga terjadi pada pengembangan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Cisokan berkapasitas 1.040 MW yang berada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Cianjur, Jawa Barat. International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang merupakan bagian dari World Bank Group awalnya bersedia membiayai proyek dengan pendanaan US$ 380 juta. 

"Fenomena ini kami hadapi di beberapa proyek lain, seperti di World Bank tidak setuju di Cisokan dan Bendungan Matenggeng," ujar Zainal.

Menurutnya, mayoritas lembaga keuangan global seperti Asian Development Bank, Worldbank, JICA hingga bank pembangunan dan investasi Jerman KfW Bankengruppe menganggap unsur TKDN tidak selaras dengan batas minimal yang ditetapkan oleh masing-masing bank.

Kondisi yang berkepanjangan menimbulkan kekhawatiran soal pendanaan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di dalam negeri. "Karena EBT ini besar dan butuh dana, kami hitung hingga 2030 ada US$ 31 miliar. Tidak mungkin ditopang pendanaan domestik," kata Zainal.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu