EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono menyampaikan progres terbaru dari kebijakan PLN yang menargetkan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Pelabuhan Ratu yang dapat terlaksana pada 2037 atau 8 tahun lebih cepat dari masa akhir operasi pada 2045.
Wasono mengatakan, sampai saat ini kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian dan perhitungan terkait bagaimana dampak-dampak yang akan ditimbulkan secara teknis. Selain itu, PLN pada prinsipnya hanya mengikuti arahan dari pemerintah dalam melaksanakan usaha.
Adapun terkait peta jalan atau roadmap dalam pelaksanaan pensiun dini PLTU batu bara Pelabuhan Ratu tersebut dia mengatakan, akan dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dengan begitu, dia menuturkan bahwa PLN posisinya hanya sebagai pelaku usaha yang mengikuti regulasi sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah.
“Yang buat roadmap-nya Kementerian ESDM bukan dari PLN. Hanya saja PLN sudah berkomitmen untuk tidak menambah PLTU) karena ssrcara regulasi, kecuali sudah komitmen,” ujar Warsono dalam webinar bertajuk "Energi Nasional Terus Melaju untuk Indonesia”, secara daring, Selasa (15/8).
Disisi lain, Warsono menuturkan meski pihaknya mengikuti kebijakan dari pemerintah terkait hal tersebut, namun PLN juga menyampaikan bahwa ada kekhawatiran terhadap kondisi keuangan perusahaan yang ditimbulkan akibat pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu.
Oleh sebab itu, Kementerian Keuangan harus mengetahui performa atau finansial perusahaan, dalam hal ini adalah PLN, “Jadi kita belum memberikan keputusan seperti apa, kita mengikuti kebijakan dari pemerintah,” kata Warsono.
PLN kini masih menunggu regulasi yang mengatur penggunaan alokasi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu. JETP menjadi alternatif pendanaan untuk pensiun dini.
Lewat skema pendanaan tersebut, Indonesia mendapatkan peluang dana hibah, pinjaman lunak, dan pinjaman komersial bunga rendah di kisaran 3% untuk proyek transisi energi. Adapun nilai PLTU pelabuhan Ratu ditaksir mencapai US$ 800 juta atau setara Rp 12 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.097 per dolar AS.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi mengatakan bahwa Realisasi pendaaan JETP pada PLTU Pelabuhan Ratu bergantung pada PT. Bukit Asam (PTBA) sebagai pihak yang berencana mengakuisisi PLTU tersebut.
Rencana akuisisi ini disepakati dalam bentuk principal framework agreement pada Konferensi Pers SOE Conference pertengahan Oktober lalu.
"Karena PTBA yang akan akuisisi milik PLN, maka PTBA akan melihat apakah ini menguntungkan. Kalau tidak menguntungkan bisa jadi, tidak berjalan," kata Evy saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Kamis (16/2).