PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan energi yang berbasis di Kenya, Africa Geothermal International Limited (AGIL), untuk pengembangan teknologi dan pemanfaatan sumber daya panas bumi.

Melalui kerja sama yang disepakati pada Ahad, 20 Agustus kemarin, PGE berpeluang mempelajari pengembangan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi panas bumi untuk diimplementasikan di Indonesia. Kesepakatan tersebut juga menjadi langkah awal PGE untuk berekspansi dalam pengembangan geothermal di Kenya.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan perseroan berambisi memperluas kiprahnya di mancanegara guna memperkuat ketahanan energi di Tanah Air.

Pertamina dan Subholding menginisiasi sejumlah potensi kerja sama strategis dengan beberapa perusahaan energi di Afrika, diantaranya: Dalam bidang hulu migas, pengembangan infrastruktur serta kilang pengolahan, hingga potensi kerjasama distribusi produk hilir dan pengembangan energi baru dan terbarukan panas bumi atau geothermal.

Nicke menambahkan, beberapa kerja sama yang akan dicanangkan Pertamina Group di Afrika dilaksanakan bersamaan dengan kunjungan Presiden Joko Widodo pada 20-24 Agustus 2023.

"Kerjas ama ini dapat memperkuat kerjasama antar negara-negara Afrika dan juga kerjasama secara global,” kata Nicke di sela lawatannya ke Kenya, seperti disiarkan dalam siaran pers pada Senin (21/8).

Di sisi bisnis hulu, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) juga menjajaki potensi kerjasama dengan National Oil Corporation of Kenya.

"Spirit bring the barrel home, footprint Pertamina di sektor hulu untuk meningkatkan produksi, agar bisa diolah di kilang milik Pertamina di dalam negeri,” ujar Nicke.

Tak hanya di sisi hulu dan panas bumi, Pertamina juga memiliki kesempatan ekspansi di berbagai bidang energi dengan adanya kerja sama Government to Government antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kenya. Kerjasama bilateral ini turut membuka peluang investasi dan kerja sama Pertamina di kawasan Afrika.

Sebelum lawatan tersebut, Pertamina memiliki Nota Kesepahaman dengan GUMA, perusahaan energi di Afrika, tentang Aliansi Strategis dalam proyek-proyek potensial di upstream, midstream, dan bisnis downstream.

Kerja sama tersebut termasuk eksplorasi dan produksi lapangan migas, pengembangan pipa migas, hingga pengembangan kilang minyak dan petrokimia. Selain itu, juga perdagangan produk petroleum Pertamina di Kenya. 

"Pertamina membuka peluang kerja sama sektor upstream hingga downstream, termasuk geothermal di Kenya,” tambah Nicke.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pembangunan kilang minyak di Kenya dapat menjadi peluang untuk menambah pasokan minyak dan BBM domestik. Apalagi, Indonesia saat ini berstatus sebagai negara importir minyak.

"Jadi Pertamina diminta oleh Kenya untuk membangun kilang minyak di sana, mereka lihat ada captive market," kata Luhut usai menggelar pertemuan dengan Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati di Kantor Kementerian Kemaritiman dan Investasi pada Jumat (23/6).

Menurut Luhut, investasi Pertamina pada pembangunan kilang di Kenya juga membuka peluang Perseroan untuk mengangkut minyak mentah dari negara tersebut. "Kemudian kami melihat ada peluang membawa minyak mentahnya juga ke Indonesia," ujar Luhut.

PT Pertamina aktif mencari sumber minyak dari Afrika untuk memenuhi konsumsi dalam negeri lewat investasi pada lapangan minyak Menzel Ledjmet Nord (MLN) di Aljazair.

Lapangan migas di Aljazair itu telah dioperasikan secara penuh oleh Pertamina sejak Mei 2014 dengan total hak partisipasi sebesar 65%. Lapangan MLN dikelola oleh Pertamina Algeria EP sebagai anak perusahaan PT Pertamina Internasional EP.

Lapangan MLN terletak di Gurun Sahara, tepatnya sekitar 1.000 kilometer (km) di bagian tenggara dari Algiers, Ibu Kota Aljazair.

Lapangan ini memiliki kapasitas minyak 35.000 barel minyak per hari (bopd), rata-rata produksi minyak MLN pada Januari hingga Mei 2023 mencapai 14.875 bopd.

Pada 15 Juni 2023, Pertamina mendapatkan perpanjangan kontrak konsesi dalam pengelolaan blok MLN hingga 35 tahun ke depan.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu