Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menegaskan bahwa keputusan untuk mengakuisisi Blok Masela bersama Petronas, merupakan bagian dari strategi transisi energi guna mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.

“Kami beradaptasi, sehingga kami mencoba menjalankan transisi energi. Kami meyakini gas adalah bridging fuel. Demikian juga bioenergi dari fossil fuel menuju renewable energy,” ujar Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Rabu (30/8).

Oleh sebab itu, dia menuturkan pihaknya akan memperkuat investasi dan portofolio di bidang bioenergi dan gas. Nicke menyampaikan, Pertamina kedepannya juga akan terus melihat potensi-potensi besar untuk bisa berinvestasi seperti Blok Masela.

“Kami melihat potensi mana yang sudah ada bloknya dan bisa cepat masuk. Masela ini menjadi salah satu pilihan," kata dia.

Dalam investasi Blok Masela tersebut, Pertamina menggandeng badan usaha milik negara Malaysia, Petronas. Keduanya telah merogoh kocek US$ 650 juta atau sekira Rp 9,75 triliun untuk mengakuisisi 35% saham hak partisipasi milik Shell di proyek Abadi LNG Blok Masela.

Dari kolaborasi tersebut, Pertamina memperoleh hak partisipasi sebesar 20% dengan biaya akuisisi sebesar US$ 371,8 juta atau sekira Rp 5,58 triliun. Sementara Petronas US$ 278,2 juta atau Rp 4,17 triliun untuk porsi 15%.

Di sisi lain, Nicke optimis investasi Pertamina di Blok Masela bisa menjaga ketahanan pasokan gas nasional dan transisi energi. Tak hanya itu, dia menyebut bahwa Blok Masela menjadi project upstream pertama yang menerapkan carbon capture utilization and storage (CCUS). “Teknologi CCUS itu menghasilkan blue energy,“ ujarnya.

Nicke menyebutkan, investasi Pertamina di Blok Masela tentu mendatangkan banyak manfaat. Salah satunya yaitu pemerataan ekonomi, mengingat lokasi Blok Masela itu berada di wilayah Indonesia bagian Timur, “Kami berharap ekonomi akan tumbuh dan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di sana,“ kata dia.

Sebagai informasi, ladang gas yang terletak di Kepulauan Tanimbar, Maluku itu mengandung sumber daya gas hingga 27,9 juta kaki kubik (TCF), dengan estimasi produksi sekira 9,5 juta ton gas alam cari (LNG) per tahun dan 35.000 barel kondensat per hari.

Blok seluas 2,503 kilometer persegi itu juga diproyeksikan mampu memasok 150 juta kaki kubik gas per hari melalui jaringan pipa. Pertamina dan Petronas akan berkolaborasi dengan Inpex Corporation sebagai operator sekaligus pemegang saham mayoritas Blok Masela.

Menurut Nicke, Pertamina, Petronas dan Inpex tengah mengakselerasi revisi rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela untuk mengakomodir penggunaan teknologi Carbon Capture Storage alias CCS pada pengembangan LNG Blok Masela. “Harapan pemerintah Blok Masela mulai onstream pada 2029,“ ujar Nicke.

Hitungan termin itu mengacu pada kegiatan desain rinci atau front end engineering design (FEED) Blok Masela yang memakan waktu maksimal dua tahun. SKK Migas berencana membuka lelang FEED pada pada akhir 2023 atau awal 2024.

Hasil akhir FEED nantinya bakal menjadi pertimbangan final investment decision (FID). “Kami harapkan tahun 2026 FEED sudah selesai,“ kata Nicke.

Reporter: Nadya Zahira

SAFE Forum 2023 akan menghadirkan lebih dari 40 pembicara yang akan mengisi 15 lebih sesi dengan berbagai macam topik. Mengangkat tema "Let's Take Action", #KatadataSAFE2023 menjadi platform untuk memfasilitasi tindakan kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan yang disatukan oleh misi menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih hijau. Informasi selengkapnya di sini.