Dewan Energi Nasional atau DEN mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menyisipkan klausul ekspor-impor listrik ke Singapura. Indonesia berencana mengekspor empat gigawatt (GW) setrum dari pembangkit energi terbarukan di Kepulauan Riau ke Singapura pada 2027 hingga 2035.
Anggota DEN Herman Darnel Ibrahim mengatakan klausul yang menyatakan Singapura juga perlu mengirimkan impor listrik ke Indonesia diperlukan. Langkah ini sebagai antisipasi bila terjadi kekurangan pasokan setrum di Indonesia, khususnya di kawasan Kepulauan Riau.
"Saya sampaikan bahwa ekspor energi antar negara harus mutual benefit. Sifatnya tidak ekspor saja, tapi harus ada ekspor-impor," kata Herman dalam Energy Corner CNBC pada Selasa (12/9).
Pemerintah Indonesia dan Singapura telah menandatangani kerja sama ekspor listrik ke Singapura. Rencana ini menjadi bagian dari nota kesepahaman yang diteken Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Menteri Ketenagakerjaan sekaligus Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat, 8 September lalu.
Herman menilai, kesepakatan ekspor listrik ke Singapura harus diatur secara khusus lewat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) atau Undang-Undang alias UU. Instrumen tersebut nantinya bakal menjadi pedoman bagi seluruh kegiatan jual-beli listrik lintas negara maupun pasar energi antara Indonesia dengan calon mitra negara potensial.
Menurut Herman, instrumen tersebut harus mengatur ihwal penentuan tarif dan kewajiban penggunaan jaringan listrik atau grid milik BUMN atau BUMD dalam kegiatan ekspor-impor listrik antar negara.
Regulasi tersebut juga diharap mengatur kondisi khusus saat eksportir listrik mengalami kekurangan pasokan untuk pemenuhan dalam negeri. Herman mencontohkan transaksi jual-beli listrik antar negara Thailand dan Malaysia.
Dua negara sepakat bahwa ekspor-impor listrik bertujuan untuk menjaga keandalan energi nasional. Menurutnya, Thailand dan Malaysia menyepakati klausul menggilir atau swap, jika satu pihak mengalami kekurangan pasokan listrik.
"Kondisi seperti ini yang harus dibicarakan dan tertuang di dalam suatu perjanjian. Dan dalam hal ini Singapura hanya mau beli dari sumber energi terbarukan, sedangkan Indonesia juga butuh untuk modal menuju net zero emission," ujar Herman.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, mengatakan bahwa sumber listrik yang dijual ke Singapura berasal dari pembangkit listrik tenaga surya alias PLTS.
Sejauh ini ada lima perusahaan Indonesia yang telah mengajukan proposal penyediaan listrik rendah karbon ke Singapura, yakni Konsorsium Pacific Medco Solar Energy Medco Power with Consortium partners, PacificLight Power Pte Ltd (PLP) and Gallant Venture Ltd, a Salim Group company, Adaro Green, dan TBS Energi Utama.
PT Medco Power Indonesia yang akan mengembangkan pilot project ekspor listrik dari PLTS Pulau Bulan setelah mendapat izin prinsip dari EMA Singapura. Proyek itu bakal Medco Power lakukan bersama Konsorsium PacificLight Power Pte Ltd (PLP) dan Gallant Venture Ltd, yang merupakan bagian dari Salim Group.
Indonesia menyiapkan tiga skema dalam proyek ekspor listrik ke Singapura. Pertama, badan usaha pemegang penetapan wilayah usaha penyediaan tenaga listrik (Wilus) menjual tenaga listrik secara langsung kepada konsumen di Singapura.
Mekanisme pertama yakni badan usaha yang mengajukan penetapan Wilus, kemudian mendapatkan izin usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum (IUPTL) hingga mendapatkan izin usaha jual beli listrik lintas negara (IUJ BLN).
Kedua, badan usaha pemegang Wilus menjadi independent power producer (IPP) seperti PLN atau PLN Batam. Kemudian, badan usaha pemegang Wilus menjual listrik kepada konsumen di Singapura melalui skema grid to grid.
Ketiga, kerja sama antara pemegang Wilus melalui skema pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik atau power wheeling.