Repsol dan Exxon Bidik Peluang Bisnis CCS di Indonesia

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara./hp.
Petugas memeriksa keran pipa sumur saat proses injeksi CO2 di sumur JTB-161 Mundu, Jatibarang, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (26/10/2022).
Editor: Lavinda
21/9/2023, 16.00 WIB

Perusahaan migas internasional, Repsol dan ExxonMobil Indonesia, membidik peluang bisnis dari jasa penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS) di lapangan migas nasional. Hal ini dilakukan seiring dengan temuan kapasitas tempat penyimpanan karbon yang menguntungkan.

Direktur Bisnis Repsol Indonesia Greg Holman mengatakan pihaknya serius mengembangkan proyek CCS di Blok Sakakemang, Bayuasin, Sumatera Selatan. SKK Migas juga mencatat Repsol mengajukan proposal pengembangan proyek CSS Sakakemang kepada otoritas pengawas sektor hulu migas tersebut.

"Indonesia punya peluang tempat penyimpanan yang melimpah secara geologi. Kami lihat ada peluang dan potensi yang mengarah kepada bisnis yang menarik," kata Greg saat menjadi pemincara panel di forum the 4 th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry (ICIUOG) 2023 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (21/9).

Proyek CCS Sakakemang ditargetkan beroperasi pada 2028 dengan potensi tempat penyimpanan karbon sebesar 6 juta ton Co2 hingga 2040. Pada kesempatan tersebut, Greg mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang berinisiatif untuk membuat regulasi pelaksanaan CCS.

Kementerian ESDM telah merilis aturan CCUS lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaran Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas. Peraturan tersebut mengatur aspek teknis, bisnis, hukum, dan ekonomi.

Regulasi menganai aplikasi CCS di lapangan migas akan dipertebal lewat pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini masih dalam tahap proses penyusunan. Perpres tersebut juga bakal mengatur penerapan teknologi carbon capture utilization and storage (CCUS) di lapangan migas.

Ketetapan tersebut memungkinkan pemerintah memonetisasi reservoir atau cekungan migas sebagai lokasi penyimpanan emisi karbon dioksida atau CO2. Hal ini untuk mendukung permintaan penyimpanan CO2 internasional melalui mekanisme perdagangan karbon.

"Indonesia memiliki Peraturan Menteri dan kabarnya akan ada Peraturan Presiden. Proyek CCS juga akan menyediakan pekerjaan saat konstruksi maupun saat operasi. Indonesia berada di posisi yang tepat," ujar Greg.

Pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Direktur Bisnis Pengembangan ExxonMobil Indonesia, Egon van der Hoeven. Pihaknya kini tengah mematangkan strategi untuk mengembangan proyek CCS di dalam negeri.

Mereka bekerja sama dengan PT Pertamina untuk mengekploitasi proyek Sunda Asri CCS/CCUS Hub. Mereka mendeteksi adanya potensi tempat penyimpanan karbon di Cekungan Sunda-Asri sebesar 2 giga ton Co2. "Indonesia sangat diberkahi dengan kapasitas reservoir-nya. Indonesia benar-benar dalam upaya untuk menjalankan ini," ujar Egon di forum yang sama.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM makin serius untuk mewajibkan industri hulu migas agar menerapkan strategi penurunan emisi termasuk penggunaan teknologi energi bersih CCUS dan CCS.

Keseriusan tersebut ditujukan lewat pemasangan target operasi sejumlah proyek CCS/CCUS pada 2030 dengan proyeksi investasi sebesar US$ 7,97 miliar atau sekira Rp 122,6 triliun.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan besaran investasi tersebut ditujukan untuk 15 proyek CCS/CCUS yang dikerjakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) maupun PT Pertamina.

"Industri hulu migas harus menerapkan strategi penurunan emisi termasuk penerapan teknologi energi bersih seperti CCS/CCUS," kata Arifin di forum the 4 th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas Industry (ICIUOG) 2023 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (21/9).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu