Daftar Kenaikan Harga BBM 2023, Dexlite Melonjak Paling Tinggi 36%

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Pengendara roda empat membeli BBM di salah satu SPBU di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Penulis: Lavinda
2/10/2023, 15.22 WIB

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi per 1 Oktober 2023. Kenaikan harga menyasar pada jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Green 95, Dexlite, dan Pertamina Dex.

Berdasarkan data Pertamina, harga BBM jenis Dexlite mengalami fluktuasi paling tinggi sepanjang tahun ini. Pada awal tahun, tepatnya Januari 2023, harga Dexlite tercatat Rp 16.150 per liter. Kemudian, harga Dexlite terus menurun hingga ke level terendah Rp 12.650 pada Juni. Namun, harga Dexlite kembali melonjak pada bulan-bulan berikutnya, hingga ke level Rp 17.200 per 1 Oktober 2023. 

Menurut perhitungan, harga Dexlite sepanjang tahun ini melonjak 36% atau Rp 4.550 dibanding harga terendah tahun ini yang berada di level Rp 12.650 pada Juni. Sementara itu, jika dibandingkan dengan posisi awal tahun ini, harga Dexlite meningkat 6,5% atau Rp 1.050. 

Selanjutnya, harga Pertamax Dex meningkat tertinggi kedua. Berdasarkan perhitungan antara harga terendah pada Juni Rp 13.250 berbanding harga tertinggi pada Oktober Rp 17.900, harga Pertamax Dex melonjak Rp 4.650 atau 35%. Sementara itu, dibanding harga awal tahun Rp 16.750, harga Pertamax Dex saat ini tercatat meningkat 6,8% atau Rp 1.150.

Kemudian, harga Pertamax Turbo per Oktober mengalami kenaikan 22% atau Rp 3.000 dibanding harga terendah sepanjang tahun ini, yaitu per Juni yang sebesar Rp 13.600. Namun, harga Pertamax Turbo meningkat 18% atau Rp 2.550 dibanding harga pada awal tahun. 

Terakhir, harga Pertamax per Oktober tercatat meningkat 12,9% atau Rp 1.600 dibanding harga terendah pada Juni yang sebesar Rp 12.400. Sementara itu, jika dibandingkan dengan posisi awal tahun, harga Pertamax tercatat naik 9,8% atau Rp 1.200.

Berdasarkan pergerakannya, harga Pertamax awal tahun berada di level Rp 12.800, kemudian meningkat menjadi Rp 13.300 pada Maret. Namun, pada Juni, harganya merosot tajam ke level Rp 12.400. Dalam perkembangannya, harga Pertamax kembali melonjak ke level Rp 13.300 pada September, dan Rp 14.000 pada Oktober. 

Berikut daftar pergerakan harga BBM non-subsidi sepanjang tahun ini:

Pertamax

  • Oktober Rp 14.000
  • September Rp 13.300
  • Agustus -
  • Juli -
  • Juni Rp 12.400
  • Mei Rp 13.300
  • April -
  • Maret Rp 13.300
  • Februari -
  • Januari Rp 12.800

Pertamax Turbo

  • Oktober Rp 16.600
  • September Rp 15.900
  • Agustus Rp 14.400
  • Juli Rp 14.000
  • Juni Rp 13.600
  • Mei Rp 15.000
  • April Rp 15.000
  • Maret Rp 15.100
  • Februari Rp 14.850
  • Januari Rp 14.050

Dexlite

  • Oktober Rp 17.200
  • September Rp 16.350
  • Agustus Rp 13.950
  • Juli Rp 13.150
  • Juni Rp 12.650
  • Mei Rp 13.700
  • April Rp 14.250
  • Maret Rp 14.950
  • Februari -
  • Januari Rp 16.150

Pertamax Dex

  • Oktober Rp 17.900
  • September Rp 16.900
  • Agustus Rp 14.350
  • Juli Rp 13.550
  • Juni Rp 13.250
  • Mei Rp 14.600
  • April Rp 15.400
  • Maret Rp 15.850
  • Februari Rp 16.850
  • Januari Rp 16.750

Kenaikan harga BBM non-subsidi ini dipicu lonjakan harga minyak mentah dunia sepanjang September 2023, setelah Arab Saudi mengurangi produksi sebesar satu juta barel per hari (bpd) hingga akhir 2023.

Tak hanya Arab Saudi, berdasarkan informasi Reuters, Rusia juga mengurangi pasokan minyak untuk pasar ekspor sebanyak 300 ribu bpd hingga akhir tahun mendatang.

Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak mengatakan pergerakan harga minyak mentah dunia hingga di atas US$ 90 per barel dipastikan memengaruhi harga jual BBM non-subsidi. Pasalnya, pembentukan harga BBM non-subsidi harus menyesuaikan dengan mekanisme pasar dan sisi keekonomian.

"Salah satunya harus menyesuaikan dengan komponen harga dasar BBM, termasuk fluktuasi harga minyak dunia. Itu hal yang wajar agar tak menimbulkan kerugian bagi perusahaan penyedia BBM, khususnya PT Pertamina (Persero)," kata Ali seperti dikutip Antara, Senin (2/10).

Ali menjelaskan secara umum, komponen harga dasar BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi, serta proyeksi margin. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM.

"Sedangkan, biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke konsumen di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya

Terkait biaya perolehan BBM, lanjut Ali, acuan yang digunakan adalah harga indeks pasar BBM yang dipengaruhi oleh harga Indonesia Crude Price (ICP).

Saat ini, rerata tahun 2023 ICP bisa mencapai US$ 90 per barel, sehingga rata-rata harga indeks pasar BBM berada di atas level US$ 100 per barel.

Ali menuturkan secara alamiah dan mengikuti hukum ekonomi, terkait dengan BBM non-penugasan, seharusnya badan usaha bisa menerapkan harga fluktuatif sesuai mekanisme pasar dan pergerakan harga minyak dunia.

Namun, tingginya tingkat kerumitan dan potensi adanya gejolak membuat badan usaha lebih memilik metode "smooth" dalam pengaturan harga.

"Sebenarnya, itu tidak ada masalah asalkan proyeksi harga berdasarkan model berbasis forecasting bisa dilakukan dengan baik, data valid dan proyeksi yang akurat," ungkap Ali.