Harga Minyak Bergerak Datar Usai Melonjak Akibat Konflik Israel-Hamas

SKK Migas
SKK Migas - KKKS Bumi Siak Pusako menggelar syukuran atas selesainya pengeboran sumur eksplorasi Nuri-1X yang berada di Dusun Plambayan, Provinsi Riau (29/12/2022).
Penulis: Mela Syaharani
11/10/2023, 12.39 WIB

Lonjakan harga minyak mentah dunia sempat terjadi di awal minggu ini akibat meletusnya konflik antara Israel dengan kelompok militer Hamas di Palestina. Harga minyak tercatat mengalami peningkatan hingga lebih dari 4%.

Namun, harga minyak mentah dunia kini bergerak mendatar dengan kenaikan harga antara 3-12 sen pada Rabu (11/10). Minyak mentah Brent naik 12 sen menjadi US$ 87,77 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) naik 3 sen menjadi US$ 86.

Lonjakan harga yang mulai melandai ini ditengarai karena meredanya kekhawatiran mengenai potensi gangguan pasokan minyak akibat konflik antara Israel dan Hamas. Sebelumnya pada Senin lalu, harga minyak mentah Brent dan WTI naik lebih dari US$ 3,50 dengan Brent mendekati level US$ 90.

Israel memang tidak masuk jajaran negara produsen minyak terbanyak di dunia, namun pasar sempat mengkhawatirkan jika konflik ini dapat berpotensi merugikan pasokan minyak di Timur Tengah. Bentrok Israel dan Hamas ini juga ditakutkan dapat menyebabkan keadaan defisit hingga akhir tahun nanti.

Selain itu konflik Israel dan Palestina ini menimbulkan asumsi bahwa AS dapat mengambil tindakan untuk menekan ekspor minyak Iran, yang terus mengalir secara signifikan meskipun ada sanksi dari AS. Iran juga dituding memiliki peran dalam serangan Hamas terhadap Israel meski hingga kini belum ada bukti intelijen.

Jika AS tidak melancarkan tekanan kepada Iran, maka pasar dapat bernapas lebih lega sehingga harga minyak bisa berangsur menurun, meskipun sedikit demi sedikit.

Meski sudah alami penurunan, namun harga minyak mentah saat ini masih tergolong tinggi. Dalam keadaan ini, Arab Saudi berpotensi merasakan tekanan lebih besar untuk melonggarkan pembatasan produksinya.

Hal inilah yang menyebabkan harga minyak mentah tetap lebih tinggi dibandingkan tanpa pembatasan. Jika pemerintah AS benar-benar menerapkan sanksi yang ada terhadap pasokan minyak mentah Iran, Arab Saudi akan merasakan lebih banyak tekanan untuk mengurangi pengurangan produksinya.

“Masih ada risiko bahwa hal ini akan meningkat, terutama jika ada keterlibatan Iran. Dalam skenario ini, penegakan sanksi AS yang lebih kuat terhadap minyak Iran akan memperketat pasar minyak hingga tahun 2024,” kata Warren Patterson dan Ewa Manthey, analis dari Bank ING, seperti dikutip Reuters, Rabu (11/10).

Disaat yang bersamaan ada tanda-tanda pasokan yang lebih positif dari perundingan yang telah dilakukan oleh Venezuela dan AS dengan potensi keringanan sanksi kepada Caracas yakni mengizinkan setidaknya satu perusahaan minyak asing tambahan untuk mengambil minyak mentah Venezuela dalam kondisi tertentu.

Reporter: Mela Syaharani