Kementerian ESDM menyampaikan sudah ada lima kandidat pengganti perusahaan migas asal Rusia, Zarubezhneft, dalam menggarap pengembangan Blok Tuna.
Melalui anak usahanya, ZN Asia Limited, Zarubezhneft telah mendapatkan izin pengajuan buka data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai langkah awal untuk melepas 50% hak partisipasi di Blok Tuna.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan hingga saat ini sudah ada beberapa pihak yang mendaftar sebagai pengganti Zarubezhneft dalam rencana pengembangan blok tersebut. “Sisa ada empat sampai lima,” kata Tutuka saat ditemui Katadata.co.id di Kementerian ESDM pada Senin (16/10).
Sebagai informasi, Zarubezhneft merupakan perusahaan migas asal Rusia yang memiliki peran sebagai salah satu pemegang hak kelola Blok Tuna bersama Premier Oil Tuna BV yang masing-masing menggenggam 50% hak partisipasi.
Terkait nama pengganti Zarubezhneft di Blok Tuna, Tutuka mengatakan dirinya tidak bisa menyampaikan hal tersebut karena bersifat Business to Business (B to B).
Kendati demikian, pengganti Zarubezhneft ini merupakan perusahaan yang dianggapnya cukup kompeten baik dari segi finansial maupun teknis. “Ada dari dalam, ada dari luar negeri,” jelasnya.
Terkait hengkangnya Zarubezhneft dari Blok Tuna, berpotensi membuat rencana pengembangan Blok Tuna tahun ini tersendat. Hal ini lantaran sanksi Uni Eropa dan pemerintah Inggris terhadap Rusia yang ikut dirasakan oleh Zarubezhneft dalam mengembangkan lapangan tersebut.
Dalam pertemuan awal 2023 dengan SKK Migas, Harbour Energy - perusahaan induk Premier Oil Tuna BV - mengungkapkan bahwa rencana tersebut menghadapi pembatasan dari Uni Eropa dan Pemerintah Inggris. Sanksi tersebut merupakan respon atas invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.
Kementerian ESDM Cari Jalan Agar Proyek Tetap Jalan
Di tengah upaya pencarian mitra baru, Kementerian ESDM terus berupaya agar proyek pengembangan Blok Tuna tidak mandek. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan proyek dengan investasi US$, 1,05 miliar atau lebih Rp 16 triliun ini memiliki peran penting bagi produksi gas yang rencananya akan diekspor ke Vietnam pada 2026.
"Proyek ini akan terus jalan. Nanti kalau memang mencari kemitraan baru kita akan dorong itu karena memang progress-nya bagus," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu, Jumat (17/3).
Adapun potensi gas yang dihasilkan dari Blok Tuna berada di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMscfd). Dengan berjalannya proyek ini, pemerintah akan mendapatkan gross revenue sebesar US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,4 triliun.
Adapun kontraktor gross revenue sebesar US$ 773 juta atau setara dengan Rp 11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$ 3,3 miliar. "Proyek ini akan jalan terus, masa kalau progresnya bagus kita stop?" kata Arifin.