Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Husky - CNOOC Madura Limited (HCML), yang menjadi operator dari Wilayah Kerja (WK) Madura Strait, tercatat memproduksi gas 250 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari). Angka tersebut mencapai 30% dari total produksi gas di Jawa Timur, sekaligus yang terbesar di provinsi itu.
“Dari tiga lapangan HCML, yakni lapangan BD, 2M (MDA-MBH), dan MAC, KKKS HCML menjadi produsen gas terbesar, secara persentase produksinya mencapai 30% dari total produksi gas di wilayah Jawa Timur.,” kata WHP Superintendent Lapangan BD HCML, Redhata Rangkuti, dalam Kunjungan Lapangan Media SKK Migas - KKKS di Madura, Rabu (1/11).
Adapun produksi Lapangan BD didukung oleh 3 fasilitas utama yakni Anjungan Sumur Lepas Pantai (offshore Wellhead Platform/WHP), Gas Metering Station (GMS) yang terletak di dekat kota Pasuruan, serta fasilitas Produksi Terapung, Penyimpanan, dan Pembongkaran (Floating Production, Storage, and Offloading/FPSO) yang dioperasikan oleh pihak ke-3 dengan skema kontrak.
Produksi dari Lapangan BD tersebut terdiri dari gas asam dan beracun H2S sekitar 4.500 ppm dari WHP yang kemudian diolah di FPSO untuk menghasilkan sweet gas (gas alam yang tidak mengandung H2S). Olahan tersebut kemudian dijual ke pembeli gas dan produk samping dari gas asam yang kemudian diubah menjadi belerang cair (Molten Sulphur) di FPSO.
“Gas tersebut juga mengalami proses pemisahan untuk menghasilkan kondensat yang kemudian secara berkala ditransfer ke kapal tanker (condensate offtake),” kata dia.
Dari FPSO, sales gas yang sudah memenuhi spesifikasi akan dikirim ke Gas Metering Station (GMS) melalui pipa bawah laut sepanjang kurang lebih 53 Km dari BD Field Offshore ke GMS Pasuruan. Total kapasitas produksi dari lapangan ini (rate gas dari sumur) sekitar 120 MMSCFD dan 6.000 BCPD (barel kondensat per hari). Sedangkan untuk sales gas, berdasarkan data per 31 Oktober 2023 ialah sebesar 110 MMSCFD.
Sementara itu, untuk lapangan 2M (MBH dan MDA), kapasitas produksi gasnya sebesar 125 MMSCFD dengan sales gas mencapai 121 MMSCFD. Kemudian untuk lapangan MAC kapasitas produksi gas sebesar 23 MMSCFD dan sales gas mencapai 19 MMSCFD berdasarkan data per 31 Oktober 2023.
Dengan tiga lapangan dan beberapa lapangan baru yang akan dikembangkan, Redhata berharap tidak hanya akan membuat produksi HCML meningkat, tetapi juga menjadi lebih terintegrasi untuk kegiatan produksi yang lebih masif.
“Kami berharap melalui 3 lapangan yang ada, dapat mendorong pertumbuhan berbagai industri di Jawa Timur dalam menyerap potensi suplai gas dari HCML. Seperti kita ketahui dalam beberapa waktu mendatang akan ada beberapa pengembangan industri di Jawa Timur,” kata Redhata.
Selain sebagai pemasok gas bumi, HCML juga mengolah residu gas bumi menjadi produk belerang cair (Molten Sulphur). Lapangan BD merupakan fasilitas lepas pantai pertama di Asia yang menghasilkan belerang cair dan melakukan pembongkaran belerang cair, setelah melakukan pemuatan sulfur cair untuk pertama kali pada 2017.
“FPSO di lapangan BD HCML memiliki teknologi gas treatment unit, gas dehydration, condensate stabilization dan sulfur recovery unit yang merupakan FPSO pertama dengan sulfur recovery unit (SRU) ,” kata dia.
Kembangkan Dua Lapangan Baru
Redhata menjelaskan, HCML saat ini tengah mengembangkan 2 lapangan baru. Pertama, Lapangan MDK yang dijadwalkan onstream di kuartal III-2024.
Kedua, Lapangan MBF yang saat ini tengah memasuki tahap Front End Engineering Design (FEED) untuk selanjutnya menuju tahap pengajuan POD (plan of development). Lapangan ini rencananya akan onstream pada kuartal IV-2025.
“HCML terus melakukan pengembangan lapangan-lapangan gas baru untuk memaksimalkan pemanfaatan gas bumi di Indonesia, hal ini juga dibarengi dengan tujuan untuk mendukung SKK Migas dalam pencapaian produksi gas sebesar 12 BSFD (miliar standar kaki kubik per hari) pada 2030," kata Redhata.
Disisi lain, HCML kontraktor kontrak kerja sama pengelola Blok Madura Strait juga tengah mengkaji pengembangan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) atau penangkapan dan penyimpanan karbon.
Saat ini perusahaan tengah mencari konsultan untuk melaksanakan studi tersebut, “Kami tengah berusaha mengembangkan teknologi CCS, mengingat teknologi tersebut bisa mengurangi emisi karbondioksida,” ujar Redhata.
Oleh sebab itu, perusahaan masih membutuhkan waktu untuk melakukan studi lebih dalam terkait pengembangan teknologi CCS guna mengetahui jumlah volume gas yang akan menjadi flare.
Dia menuturkan pihaknya juga terus melakukan koordinasi dengan tim engineering terkait seberapa cocok teknologi CCS bisa diterapkan di wilayah kerja mereka.