Pemerintah menargetkan produksi minyak mentah 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD). Target ini dinilai sangat berat seiring dengan terus turunnya produksi yang terbentuk akibat pola investasi migas yang lebih fokus pada produksi ketimbang eksplorasi.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa menurut catatannya, selama periode 2010 hingga 2022 produksi migas turun sekitar 3,28% per tahun untuk minyak dan 3,36% untuk gas.
“Penurunan produksi migas ini karena Indonesia selama ini mengandalkan produksi dari lapangan eksisting yang kurang lebih 70% diantaranya sudah masuk kategori mature,” kata Komaidi dalam ReforMiner Note bertajuk "Target Produksi Migas Tahun 2030 dan Reformasi Pengelolaan Hulu Migas Nasional", dikutip pada Kamis (7/12).
Komaidi menjelaskan bahwa kinerja tersebut terbentuk akibat pola investasi hulu migas nasional yang sebagian besarnya digunakan untuk pemeliharaan produksi. Hal ini bahkan telah berlangsung selama hampir dua dekade terakhir.
Menurut catatan Reforminer, dalam jangka waktu 2015-2023, porsi investasi hulu migas nasional rata-rata sebanyak 71,06% untuk produksi, 15,4% untuk pengembangan, sedangkan untuk kegiatan eksplorasi hanya 5-6%.
“Dengan profil produksi dan pola investasi hulu sebagaimana di atas, akan sangat sulit untuk dapat mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta BOPD dan gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030,” kata Komaidi.
Untuk kinerja produksi tahun ini juga tercatat masih di bawah target. Komaidi memproyeksikan produksi minyak tahun ini hanya 606,3 ribu BOPD atau 91,1% dari target APBN 2023. Sementara perkiraan salur atau lifting gas bumi 5.400 MMSCFD atau 87,7% dari target.
Menurut data lima tahun terakhir, Reforminer mencatat realisasi produksi migas terhadap target APBN rata-rata 93,69% untuk minyak bumi dan 95,26% untuk gas bumi.
Sebelumnya SKK Migas telah mengakui bahwa target produksi target 1 juta BOPD minyak dan 12 BSCFD sangat menantang dan berat lantaran sebagian besar lapangan migas yang sudah mature sehingga produksinya turun secara alamiah.
“Karena secara aset mungkin 80-90% lapangan kita sudah mature, tekanan berkurang dan lain sebagainya,” kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf dalam acara Forum Kapasitas Nasional 2023 pada Kamis (23/11)
Kendati demikian, Nanang menyebut pemerintah masih terus berusaha meningkatkan recovery factor. Maksimalisasi produksi migas juga dilakukan melalui cara-cara lain, seperti menggunakan metode enhanced oil recovery (EOR) menggunakan chemical, bakteri, injeksi CO2 atau dengan steam flood.
“Jika produksi tidak dapat mendekati target maka akan semakin besar kekurangan yang harus ditutupi. Kalau kita hanya mengandalkan produksi saat ini tidak ada upaya-upaya lagi, kemungkinan harus impor,” ujarnya.