Bantah Batu Bara Sunset, ESDM: Masih Dibutuhkan untuk Capai Net Zero

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (29/11/2022).
Penulis: Happy Fajrian
14/12/2023, 13.38 WIB

Kementerian ESDM menilai industri batu bara belum memasuki masa sunset meski di tengah berkembangnya energi baru terbarukan yang ramah lingkungan dan rendah emisi, sejalan dengan ambisi pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

Meski memiliki ambisi besar, pemerintah tidak bisa serta merta langsung meninggalkan energi berbasis fosil seperti batu bara.

Plt. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menuturkan bahwa untuk mencapai NZE, batu bara tetap diupayakan agar selaras dan tidak bertabrakan dengan arah kebijakan NZE, mengingat sumber daya batu bara Indonesia cukup melimpah.

“Sumber daya dan cadangan batu bara Indonesia saat ini masih cukup banyak dengan total sumber daya sebesar 98,5 miliar ton dan cadangan sebesar 33,8 miliar ton,” ujarnya dikutip dari siaran pers, Kamis (14/12).

Wafid mengatakan ada asumsi yang keliru yang berpendapat bahwa industri batu bara akan mengalami 'sunset', seiring dengan tumbuhnya EBT sebagai tumpuan dalam pemanfaatan energi. Padahal, untuk mencapai NZE dan hilirisasi mineral dunia, batu bara masih sangat dibutuhkan.

Selain untuk mendukung hilirisasi mineral, Pusat Sumber Daya Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) Badan Geologi juga tengah menggali potensi lain batu bara dengan menginventarisasi batu bara metalurgi di Indonesia sehingga batubara memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

“Sebelumnya batu bara Indonesia dijual sebagai batu bara termal saja, padahal untuk beberapa jenis batu bara tertentu memiliki karakteristik sebagai batu bara metalurgi yang berguna dalam industri baja dan smelter pengolahan mineral, sehingga harga jualnya jauh lebih tinggi daripada batu bara termal,” kata Wafid.

Sunset Industri Batu Bara

Sunset industri batu bara diprediksi oleh berbagai lembaga di dunia. Salah satunya Rystad Energy yang mengatakan bahwa permintaan batu bara untuk kelistrikan dunia akan memuncak pada tahun ini, dan konsumsinya akan terus turun di tahun-tahun mendatang.

Batu bara telah mendominasi sektor ketenagalistrikan global selama 30 tahun terakhir, namun pemodelan Rystad Energy menunjukkan bahwa tahun 2024 akan menandai dimulainya penurunan konsumsi seiring dengan semakin populernya pembangkit listrik tenaga surya dan angin.

“Pasokan listrik baru dari energi terbarukan diperkirakan akan melebihi pertumbuhan permintaan listrik, sehingga menyebabkan perpindahan batu bara mulai tahun depan dan semakin meningkat di tahun-tahun mendatang,” tulis laporan Rystad Energy, seperti dikutip Oilprice.com Selasa (5/12).

Kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara akan turun sedikit menjadi 10.332 terawatt jam (TWh) pada 2024, turun 41 TWh dari 2023. Ini penurunan yang kecil, namun ini menjadi pertanda bahwa energi terbarukan akan terus melanjutkan jalur pertumbuhannya.

Ketika pangsa batu bara menurun, emisi karbon dioksida (CO2) juga ikut menurun. Berkat peran dominan batu bara dalam penyediaan energi dunia, sektor ketenagalistrikan menjadi penyumbang polusi global terbesar – menyumbang sekitar 40% dari seluruh emisi.

Selain itu investasi pada kapasitas batu bara dan penggunaan batu bara secara keseluruhan telah menurun di Eropa dan Amerika Utara dalam beberapa tahun terakhir karena kombinasi kebijakan emisi yang ketat dan melimpahnya pasokan gas alam yang terjangkau.

Namun, pertumbuhan yang bertahan lama di Asia, terutama Cina, telah menjaga konsumsi batu bara global tetap tinggi. Meski begitu, batu bara secara bertahap akan digantikan oleh pesatnya perkembangan sumber energi rendah karbon.

Sehingga akan menghasilkan sistem yang lebih bersih dan ramping bahkan ketika investasi pada kapasitas baru di Asia terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan.

“Penggunaan batu bara di sektor ketenagalistrikan sedang mencapai puncaknya. Penurunan pembangkitan listrik batu bara pada 2024 mungkin kecil di atas kertas, namun hal ini menandakan dimulainya era energi terbarukan,” kata Carlos Torres Diaz, wakil presiden senior penelitian energi terbarukan dan ketenagalistrikan di Rystad Energy.