Sri Mulyani Soroti Realisasi Lifting Migas 2023 yang Tak Capai Target

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Ilustrasi lifting migas.
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
3/1/2024, 15.14 WIB

Pemerintah mengatakan capaian lifting migas 2023 berada di bawah target. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi tahun lalu bahkan cukup rendah dibandingkan 2022.

Realisasi lifting minyak di 607,5 ribu barel per hari (bph). Angka ini lebih rendah dari asumsi 660 ribu bph. "Lifting gas 964 ribu barel ekuivalen minyak per hari (BOEPD), lebih rendah dibandingkan asumsi 1,1 juta BOEPD,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Realisasi APBN 2023, di Jakarta, Selasa (2/1).

Sebagai informasi, apabila dibandingkan dengan capaian lifting migas per Oktober 2023, angka yang dikatakan oleh Sri Mulyani hanya mengalami kenaikan sedikit. Berdasarkan data SKK Migas, angkanya tercatat 604.300 barel per hari (bph) atau 91.6% dari target APBN 2023. Sedangkan lifting gas 5.353 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd), 86,9% dari target APBN 6.160 MMscfd.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya menyebutkan hanya ada satu target lifting migas yang tercapai. "Gas akan capai target, insya Allah," ucapnya di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/12).

Lifting  migas merupakan volume produksi minyak dan gas bumi yang siap untuk dijual. Dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara atau RAPBN 2024 angka lifting minyak ditargetkan mencapai 625 ribu barel per hari. Untuk lifting gas mencapai  1,03 juta barel setara minyak per hari.

Harga Komoditas Tertekan

Selain target lifting migas yang tidak tercapai, Sri Mulyani juga menyampaikan selama 2023 harga komoditas mengalami tekanan meskipun anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN dinilai jauh lebih tangguh.

“Harga gas turun 38,8% year to date, sepanjang tahun. Minyak mentah harganya turun 10, 3% dibandingkan 2022,” ucapnya.

Harga minyak berakhir dengan angka yang lebih rendah dari asumsi. Perkiraan awal harganya akan bertahan di US$ 90 per barel tapi ternyata berada di level US$ 78,43 per barel. 

“Meskipun OPEC (organisasi negara pengekspor minyak) sudah memutuskan untukmengurangi produksi, namun karena kondisi permintaan dunia melemah dan mulai munculnya energi terbarukan maka harga minyak juga mengalami tekanan yang tidak mudah,” kata Sri Mulyani.

Koreksi harga komoditas pada tahun lalu merupakan salah satu risiko yang harus dikelola dalam ekonomi Indonesia. “Kami cukup khawatir akan memukul penerimaan, kemudian menyebabkan APBN mengalami tekanan sehingga kemampuan untuk menjaga ekonomi bisa melemah,” ujarnya.

Selain harga migas, penurunan juga terjadi pada komoditas batu bara. “Batu bara sangat penting di dalam ekonomi kita. Harganya turun bahkan 63,8%,” kata dia.

Reporter: Mela Syaharani