Pengamat Sayangkan Isu Minyak dan Gas Tak Dibahas di Debat Cawapres

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Seapup 1 Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ) saat perawatan salah satu sumur minyak dan gas di lepas pantai utara Indramayu, Laut Jawa, Jawa Barat, Minggu (2/4/2023).P
Penulis: Mela Syaharani
22/1/2024, 15.34 WIB

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyayangkan sedikitnya pembahasan mengenai minyak dan gas Indonesia dalam debat cawapres kedua yang diselenggarakan kemarin (21/1). Padahal menurut Fahmy migas dan segala turunannya sangat penting untuk dibahas dalam momentum tersebut.

“Padahal migas sangat penting dimana kebutuhan minyak Indonesia saat ini di atas satu juta barel per hari (bph) namun kemampuan kilang kita terbatas, sehingga untuk mencukupi kita harus impor banyak,” kata Fahmy saat dihubungi Katadata.co.id pada Senin (22/1).

Fahmy menjelaskan bahwa angka impor migas Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan. Guna mengatasi dominasi impor minyak Fahmy mengatakan pemerintah harus mengambil langkah secepatnya.

Fahmy juga mengkritik bagaimana sikap pemerintah saat ini yang lamban dalam mengatasi masalah kelangkaan energi saat ini. “Apakah akan impor terus atau akan diupayakan di dalam negeri itu juga sangat penting. Karena keadaan ini bisa bisa mengancam ketahanan energi di Indonesia dan juga itu tidak dibahas,” ucap Fahmy.

Di sisi lain ia menyayangkan berjalannya debat cawapres semalam diwarnai oleh gimmick yang menurutnya tidak diperlukan. “Harusnya bisa lebih substansi, membahas hal-hal penting mana yang menjadi bahasan prioritas,” ujarnya.

Tidak hanya Fahmy, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro juga menyayangkan luputnya pembahasan mengenai migas. Menurut Komaidi kebutuhan minyak konsumsinya di atas satu juta bph namun produksinya terus menurun. 

Komaidi juga menyoroti perihal pengelolaan gas bumi dalam negeri. “Bagaimana konektivitas infrastruktur gas yang sebagian besar sumbernya ada di Indonesia timur namun penggunanya ada di Indonesia Barat itu solusinya bagaimana, juga tidak dibahas,” kata Komaidi saat dihubungi Senin (22/1).

Selain itu, Komaidi juga mempertanyakan bagaimana kelanjutan kebijakan harga khusus bagi harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri. “Ini kan sebetulnya masalah nyata yang dihadapi keseharian dan saya kira pembicaraan ini ada di meja Presiden dan Menteri. Nah ini saya kira juga luput dari pembahasan semalam,” ujar Komaidi. 

Reporter: Mela Syaharani