Luhut Ingin Hapus Solar dan Pertalite, Komisi VII: Bias Kepentingan

ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/foc.
Petugas melayani pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Kota Bnegkulu, Provinsi Bengkulu, Jumat (31/3/2023).
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
24/1/2024, 14.40 WIB

Komisi VII DPR RI menolak rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang ingin menghapus bahan bakar minyak jenis Solar dan Pertalite.  

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai ide tersebut mengada-ngada dan bias kepentingan bisnis. “Ide tersebut membuktikan bahwa kebijakan pemerintah lebih didikte oleh tekanan luar negeri,” kata Mulyanto dalam siaran persnya, Rabu (24/1).

Kebijakan penghapusan Solar dan Pertalite akan memukul daya beli masyarakat. "Sebaiknya menjelang akhir rezim Presiden Joko Widodo tidak mengambil kebijakan strategis yang merugikan rakyat,” ujarnya.

 Apalagi, wacana tersebut identik dengan kenaikan harga BBM. Sebab, bahan bakar minyak beroktan tinggi harganya akan lebih mahal. 

Sebagai informasi, rencana memakai BBM setara Euro 4 atau Euro 5 disampaikan Luhut saat memberi sambutan lewat video pada peresmian mobil kendaraan listrik Build Your Dreams atau BYD asal Cina pada Kamis lalu.

"Saya pikir ini akan menjadi sangat relevan dengan adanya pabrik BYD di Indonesia untuk mengurangi polusi dan pencapaian target zero emission 2060 atau awal. Kami juga sekarang ini akan membuat kualitas solar atau bensin kita seperti Euro 4 atau Euro 5," kata Luhut.

Pihaknya telah merumuskan sejumlah langkah-langkah mitigasi mengenai perubahan iklim dan ketahanan energi. Menurut dia, ini akan menjadi kesempatan bagus untuk membuat Jakarta lebih bersih, sehat, dan mengurangi subsidi kesehatan. 

"Kami akan mencari ekuilibrium untuk membuat ekonomi tetap berjalan dengan baik, seperti waktu penanganan COVID, sehingga ekonomi bisa jalan dan penanganan polusi udara juga berjalan," ujarnya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017, bahan bakar Euro 4 adalah bensin yang memiliki nilai oktan minium (RON) 91, kandungan sulfur maksimal 50 bagian dari sejuta (ppm), serta tanpa timbal. Indonesia kini menerapkan standar BBM Euro 4. 

Pemerintah membuat peta jalan pengembangan industri kendaraan di Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 Tahun 2020. Di dalamnya tertulis, Indonesia akan beralih ke batas emisi lebih tinggi pada 2027 ke Euro 5 atau Euro 6. Syaratnya, produksi mobil mencapai 2 juta unit pada 2025 dengan penjualan domestik 1,25 juta uni dan ekspor 250 ribu unit. 

Pada 14 Agustus 2023, Jokowi mengatakan akan mempercepat pemberlakuan batas emisi kendaraan Euro 5, khususnya di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Langkah ini diambil karena polusi udara Ibu Kota yang memburuk akibat kemarau panjang.

Reporter: Mela Syaharani