Jadi Komponen Pembentuk Harga, Kenaikkan PBBKB bakal Kerek Harga BBM

ANTARA FOTO/Auliya Rahman/Ief/Spt.
Petugas melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU G Obos, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (5/1/2024).
Penulis: Mela Syaharani
29/1/2024, 14.45 WIB

Pemerintah berencana menaikkan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB). Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan mengenai penetapan tarif pajak ini berada di lingkup pemerintah daerah dengan rata-rata tarif berkisar antara 5-10%.

“Karena PBBKB itu komponen pembentuk harga jual eceran BBM non subsidi, maka jika dari 5% naik jadi 10% tentu ada dampaknya terhadap harga jual eceran BBM non subsidi,” kata Saleh kepada Katadata.co.id pada Senin (29/1).

Mengenai PBBKB, untuk di Jakarta sendiri menurut laman resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta tarif yang saat ini diberlakukan sebesar 10%. Tarif ini ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 terkait pajak dan retribusi daerah.

Peraturan ini merupakan tindak lanjut terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Lalu, khusus tarif PBBKB bagi bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan sebesar 50% lebih rendah dibandingkan tarif pajak untuk kendaraan pribadi.

Saleh juga menyampaikan terkait harga eceran BBM nonsubsidi. “Iya misalnya Pertamax, di beberapa daerah harganya berbeda,” ujar Saleh.

Selaras dengan apa dikatakan Saleh, melansir laman resmi MyPertamina memang terdapat perbedaan harga Pertamax per 1 Januari 2024 antara satu daerah dengan yang lain. Seperti Aceh dengan Rp 13.200, di Pulau Jawa Rp 12.950, Papua Pegunungan Rp 13.500.

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan terkait rencana kenaikan PBBKB tentu akan berpengaruh terhadap kenaikan harga BBM. Kendati demikian, Fahmy menyampaikan peningkatan harga ini menurutnya tidak akan terlalu berpengaruh terhadap konsumen BBM non subsidi.

“Karena konsumen BBM non subsidi itu golongan menengah ke atas dan sudah terbiasa dengan harga BBM yang fluktuatif,” kata Fahmy saat dihubungi Katadata.co.id pada Senin (29/1).

Meski begitu, namun Fahmy meyakini ada sebagian kecil konsumen BBM non subsidi yang turut terpengaruh jika kenaikan harga terjadi. “Mungkin bagi konsumen yang elastisitas terhadap harga BBM itu tinggi, maka mereka berpotensi akan migrasi ke BBM subsidi,” ucapnya.

Fahmy juga menanggapi terkait perkataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan tujuan pemerintah menaikkan PBBKB untuk mendorong masyarakat pindah ke kendaraan listrik (EV).

“Saya kira ini juga tidak ada pengaruhnya, karena ada variabel lain bagi konsumen untuk memutuskan menggunakan kendaraan listrik. Jadi misalnya itu tiga variabelnya,” ujarnya.

Variabel yang dimaksud fahmy yakni ketersediaan infrastruktur bagi EV, adanya jaringan service EV, serta kepastian harga jual EV untuk secondhand tidak jatuh. “Selama ketiga hal itu belum terpenuhi maka kenaikan pajak PBBKB ini tidak akan mendorong konsumen untuk berpindah ke EV,” kata dia.

Reporter: Mela Syaharani