Harga minyak turun lebih 1% pada Rabu (28/2) karena prospek penundaan penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) dan kenaikan stok minyak mentah AS mengimbangi dorongan dari potensi perpanjangan pembatasan produksi OPEC+.
Minyak mentah Brent turun 90 sen atau 1,08% menjadi US$ 82,75 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 92 sen atau 1,17% menjadi US$ 77,95 per barel.
Analis pasar minyak Vanda Insight, Vandana Hari, mengaitkan penurunan harga ini dengan aksi ambil untung ditambah respons gabungan terhadap lonjakan stok minyak mentah AS, serta berlanjutnya harapan akan kesepakatan gencatan senjata di Gaza dalam beberapa hari mendatang.
Gubernur Federal Reserve Michelle Bowman pada Selasa (27/2) memberi isyarat bahwa dia tidak terburu-buru menurunkan suku bunga AS, terutama mengingat risiko inflasi yang terus berlanjut.
Suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menekan permintaan minyak.
Sementara itu, stok minyak mentah AS menunjukkan peningkatan sebesar 8,43 juta barel pada pekan yang berakhir 23 Februari, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API). Persediaan bensin turun 3,27 juta barel, dan stok sulingan turun 523.000 barel.
Brent dan WTO berjangka naik lebih dari US$ 1 per barel pada Selasa setelah OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia (OPEC+) akan mempertimbangkan untuk memperpanjang pengurangan produksi minyak sukarela hingga kuartal kedua.
November lalu OPEC+ menyetujui pengurangan sukarela dengan total sekitar 2,2 juta barel per hari (bph) untuk kuartal pertama tahun ini, yang dipimpin oleh Arab Saudi yang melanjutkan pemotongan sukarela mereka sendiri. Analis ANZ Research menilai bahwa langkah OPEC+ itu kemungkinan akan memperketat pasar.
Sementara itu otoritas Rusia mengumumkan larangan ekspor bensin selama enam bulan mulai tanggal 1 Maret untuk mengkompensasi meningkatnya permintaan dari konsumen dan petani dan untuk memungkinkan pemeliharaan kilang yang direncanakan.