Turunnya Harga Nikel Dinilai Bagus Untuk Keseimbangan Hulu dan Hilir

PT Antam TBK
Hasil olahan nikel.
Penulis: Mela Syaharani
1/3/2024, 13.15 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) menyatakan bahwa sebagai negara yang sedang mendorong program hilirisasi khususnya nikel, Indonesia perlu keseimbangan antara hulu dan hilir nikel termasuk soal harga mineral itu sendiri.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan Indonesia sedang menarik investasi hilir nikel. “Baik itu investasi di baterai, mobil listrik atau segala macam ini sudah mulai masuk,” kata Septian dalam acara CNBC Economic Outlook 2024 dikutip Jumat (1/3).

Masuknya investasi-investasi ini menurut Septian bisa lebih lancar apabila harga nikel tidak terlalu tinggi. “Kalau harga nikelnya terlalu tinggi sampai US$ 20.000, US$ 24.000, atau US$ 25.000 per metrik ton kering (dmt), nanti harga baterainya mahal yang juga akan berdampak pada harga mobil listriknya mahal. Jadi kami harus menyeimbangkan bukan hanya dari sisi upstream tambang, tapi juga kepentingan dari sisi hilir.,” ujarnya.

Jika harga nikel terlalu mahal, hal ini dapat memberi dua dampak. Pertama berkaitan dengan penurunan penjualan untuk penetrasi mobil listrik. “Kedua, nanti muncul teknologi baru yang menggantikan nikel ini. kita tau ada LFP ya walaupun banyak kekurangan juga LFP ini tetap bisa berkembang,” ucapnya.

Selain itu, jika harga nikel terus melonjak hingga puncak tertinggi secara terus-menerus juga dapat mengakibatkan macetnya pertumbuhan hilir nikel. Septian mencontohkan, macetnya pertumbuhan hilir sudah pernah terjadi pada kobalt.

Dia menyebut, harga komoditas ini pada empat tahun lalu berada di kisaran US$ 60.000-80.000 per dmt, atau tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi dari harga sekarang.

“Akibatnya perusahan baterai berusaha untuk menemukan teknologi baru agar menurunkan kadar kobalt. Kalau dulu sekitar 20% kobalt di katodanya sekarang ada yang 10% ada yang 5%, itu mempengaruhi kemudian demand jangka panjang. kita juga harus berpikir itu,” kata dia.

Septian menegaskan pemerintah berfokus pada cara membangun ekosistem nikel dari hulu hingga ke hilir. “Jadi dari hilirnya harus dilihat, kita perlu menentukan price ekuilibrium yang harus dijaga, dimana penambang untung, smelter untung, pabrik baterai untung dan bisa menjual baterai dengan harga kompetitif,” ujar Septian.

Selain itu juga harus memperhatikan para pabrik kendaraan listrik (EV) yan mau menggunakan baterai berbasis nikel. “Dengan harga yang kompetitif, akhirnya mobil EV lebih murah dan terjangkau untuk masyarakat. Jadi akhirnya industri hilir dalam negeri bisa tumbuh dengan kompetitif,” ujarnya.

Berdasarkan data London Metal Exchange (LME), harga nikel pada Jumat (1/3) mencapai US$ 17.601 per ton. Meski tren harga sejak awal 2024 menunjukkan pergerakan fluktuatif, harga nikel telah bertahan di angka US$ 16.000-an sejak 5 Januari hingga 5 Februari kemarin. dan kembali menguat di akhir Februari.

Berdasarkan data Westmetall, harga nikel terus menunjukkan tren penurunan sejak September 2023. Harga nikel per tonnya saat itu masih di angka US$ 20.000 per ton.

Forbes mencatat bahwa harga nikel merosot hingga 45% dalam 12 bulan. Anjloknya harga disebabkan oleh pasokan yang melebihi permintaan.

Reporter: Mela Syaharani