Bank investasi asal Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), memperkirakan krisis energi dunia berakhir pada 2025 dengan melimpahnya pasokan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).
Menurut analisis MUFG, pasokan LNG melimpah didorong oleh lonjakan produksi dari Amerika Serikat (AS) dan Timur Tengah.
AS saat ini telah mengambil alih peran Rusia sebagai pemasok LNG terbesar ke Eropa pascainsiden pipa Nord Stream, sedangkan dari Timur Tengah, Qatar, berupaya untuk menaikkan pangsanya di pasar LNG dunia meski di tengah kondisi pasar yang mulai kelebihan pasokan.
“Kelebihan pasokan (oversupply) ini diharapkan dapat menghapuskan inflasi energi di negara Barat, meski situasinya masih dapat berubah menuju pengujung dekade ini,” tulis analisis MUFG seperti dikutip Oilprice.com pada Selasa (5/3).
Pasar LNG global sempat mengetat imbas perang Rusia-Ukraina pada awal 2022 karena Rusia menghentikan pasokan ke Eropa sebagai balasan atas sanksi dari negara Barat. Eropa kemudian berpaling ke AS untuk pasokan LNG.
Namun MUFG menilai saat ini pasar LNG sedang stabil dan dapat memasuki periode kelebihan pasokan pada 2025. “Pasar LNG global berada di ambang transisi dari ketatnya pasokan ke kelebihan pasokan,” kata kepala analis MUFG Bank, Ehsan Khoman.
Khoman memperkirakan tambahan pasokan LNG global 200 juta metrik ton per tahun (mtpa) sebelum akhir dekade ini, dari 409 mtpa pasokan LNG global saat ini. Kelebihan pasokan ini akan mulai terjadi pada 2025 yang akan menyebabkan turunnya harga gas secara signifikan.
“Pasar LNG yang kelebihan pasokan, terutama karena lonjakan pasokan dari AS dan Timur Tengah dimulai pada 2025 akan mengakhiri krisis energi global,” kata Khoman.
Para analis MUFG menunjukkan bahwa Qatar saat ini memposisikan dirinya sebagai produsen LNG dengan biaya terendah di dunia karena negara tersebut dengan cepat meningkatkan ekspornya sehingga memiliki pangsa pasar yang terus membesar.
“Meskipun pasar semakin dekat dengan oversupply, Qatar dapat memanfaatkan sejarahnya sebagai produsen LNG berbiaya terendah di dunia untuk mengambil keuntungan dari peningkatan pasar sehubungan dengan pengumuman penghentian ekspor LNG AS baru-baru ini,” kata analis.