CEO Saudi Aramco: Transisi Energi Gagal, Phase Out Minyak Cuma Fantasi

ANTARA FOTO/Idhad Zakaria/foc.
Petugas melakukan pemeriksaan di unit Treated Distillate Hydro Treating (TDHT) Green Refinery PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (2/11/2023).
Penulis: Happy Fajrian
20/3/2024, 18.04 WIB

CEO Saudi Aramco Amin Nasser mengatakan bahwa transisi energi dunia telah gagal. Dia mendorong para pembuat kebijakan untuk meninggalkan fantasi untuk menghentikan konsumsi minyak dan gas karena permintaan bahan bakar fosil diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.

“Di dunia nyata, strategi transisi saat ini tampak gagal di sebagian besar bidang karena bertabrakan dengan lima kenyataan sulit,” kata Nasser dalam wawancara panel di konferensi energi CERAWeek oleh S&P Global di Houston, Texas, seperti dikutip dari CNBC, Rabu (20/3).

“Penyetelan ulang strategi transisi sangat diperlukan dan usulan saya adalah: Kita harus meninggalkan fantasi penghapusan minyak dan gas secara bertahap dan sebaliknya berinvestasi pada mi gas secara komprehensif yang mencerminkan asumsi permintaan yang realistis,” ujarnya.

Badan Energi Internasional yang berbasis di Paris memperkirakan tahun lalu bahwa puncak permintaan minyak, gas, dan batu bara akan terjadi pada tahun 2030.

Menurut Nasser permintaan minyak tidak akan mencapai puncaknya dalam waktu dekat, apalagi pada tahun tersebut. Nasser berpendapat bahwa IEA berfokus pada permintaan di AS dan Eropa dan perlu fokus pada negara berkembang juga.

Nasser mengatakan sumber energi alternatif tidak mampu menggantikan hidrokarbon dalam skala besar, meskipun dunia telah berinvestasi lebih dari US$ 9,5 triliun selama dua dekade terakhir.

Saat ini pembangkit listrik tenaga angin dan surya memasok kurang dari 4% kebutuhan energi dunia, sementara total penetrasi kendaraan listrik kurang dari 3%.

Sebaliknya, porsi hidrokarbon atau migas dalam bauran energi global hampir tidak berkurang pada abad ke-21 dari 83% menjadi 80%. “Permintaan global telah meningkat 100 juta barel setara minyak per hari selama periode itu dan akan mencapai titik tertinggi sepanjang masa tahun ini,” kata dia.

Gas telah tumbuh 70% sejak awal abad ini, kata Nasser. Peralihan dari batu bara ke gas berkontribusi terhadap dua pertiga pengurangan emisi karbon di AS.

“Ini bukanlah gambaran masa depan yang telah dilukiskan oleh beberapa pihak,” kata Nasser. “Bahkan mereka mulai menyadari pentingnya keamanan minyak dan gas.”

Sementara itu, negara-negara berkembang di wilayah selatan akan mendorong permintaan minyak dan gas seiring dengan meningkatnya kesejahteraan di negara-negara tersebut, yang mewakili lebih dari 85% populasi dunia. Negara-negara ini menerima kurang dari 5% investasi yang menargetkan energi terbarukan.

Nasser mengatakan dunia harus lebih fokus pada pengurangan emisi minyak dan gas selain energi terbarukan. Peningkatan efisiensi saja selama 15 tahun terakhir telah mengurangi permintaan energi global hampir 90 juta barel per hari setara minyak.

Sementara itu, pembangkit listrik tenaga angin dan solar hanya mampu menggantikan 15 juta barel pada periode yang sama, katanya. “Kita harus mulai menggunakan sumber energi dan teknologi baru secara bertahap jika sudah benar-benar siap, kompetitif secara ekonomi, dan memiliki infrastruktur yang tepat,” ujarnya.