Harga Minyak Turun Usai The Fed Tahan Suku Bunga

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Produksi hulu migas lepas pantai.
21/3/2024, 09.21 WIB

Harga minyak mengalami penurunan pada Rabu (20/3) usai Federal Reserve AS (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga stabil. Selain itu penurunan juga terjadi akibat kekhawatiran situasi global yang terus membebani harga.

Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Mei turun US$ 1,43, atau 1,64%, menjadi US$ 85,95 per barel. Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April, turun US$ 1,79, atau 2,14%, menjadi US$ 81,68 per barel. Kemudian harga WTI untuk pengiriman Mei turun US$ 1,46 menjadi US$ 81,27 per barel.

Padahal, di sesi sebelumnya minyak mentah Brent telah mencapai level tertinggi sejak 31 Oktober pada harga US$ 87,38 per barel. Sementara WTI mencapai level tertinggi sejak 27 Oktober pada angka US$ 83,47 per barel.

Pada Rabu (20/3) The Fed akhirnya mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25% hingga 5,50%. Namun para pembuat kebijakan mengindikasikan bahwa mereka masih berharap untuk dapat menurunkan hingga tiga perempat poin persentase pada akhir 2024.

Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow mengatakan keputusan suku bunga The Fed sesuai dengan ekspektasi serta dampaknya terhadap pasar minyak. Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan bahwa stok minyak mentah turun secara tak terduga minggu lalu karena ekspor naik dan aktivitas penyulingan terus meningkat.

Senada dengan EIA, analis minyak di Kpler Matt Smith juga menyebut penurunan persediaan minyak peningkatan aktivitas kilang dan ekspor minyak mentah yang kuat.

Melansir Reuters, American Petroleum Institute juga melaporkan bahwa stok minyak mentah dan bensin turun minggu lalu, sedangkan persediaan distilat naik.

Di sisi lain, serangan Ukraina terhadap aset-aset penyulingan Rusia telah membantu peningkatan harga minyak mentah lebih tinggi. Para pelaku pasar menilai dampaknya pada keseimbangan pasokan minyak mentah dan bahan bakar.

"Jika gangguan-gangguan ini berkepanjangan, akan memaksa para produsen Rusia untuk mengurangi suplai," kata analis ING, Warren Patterson dikutip dari Reuters pada Kamis (21/3).

Reporter: Mela Syaharani