Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan 1215 wilayah pertambangan rakyat (WPR) dengan luas 66.593 hektare (ha) di seluruh Indonesia. Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Suswantono juga turut melaporkan jumlah penetapan izin pertambangan rakyat (IPR).
"IPR yang sudah kami terbitkan 82 izin, total luas 62,31 ha,” kata Bambang, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI pada Selasa (26/3).
Bambang menjelaskan penetapan WPR sebelumnya telah ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif melalui Surat Keputusan tentang Wilayah Pertambangan per Provinsi di seluruh Indonesia per 21 April 2022. Penetapan WPR tersebut diakomodir berdasarkan rekomendasi kesesuaian tata ruang dari bupati setempat.
Provinsi dengan jumlah WPR terluas merupakan Kalimantan Barat dengan 11.848 ha, diikuti Riau 9.216 ha, Bangka Belitung 8568 ha, dan Jambi 7030 ha.
Dalam rapat, Bambang juga menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara sejak 2022 hingga 2023 telah menyusun dokumen pengelolaan WPR pada 9 provinsi di Indonesia. Dari 9 provinsi tersebut didapati total 270 blok.
Dia menyampaikan, dari keseluruhan wilayah tersebut, Bambang menyebut akan melakukan percepatan penetapan dokumen pengelolaan WPR. “Ada enam provinsi yang disusun pada 2023 melalui Kepmen ESDM, diantaranya Jambi, Bangka Belitung, Sumatra Utara, Riau, Maluku, serta Sulawesi Tengah,” kata dia.
WPR dan IPR Bangka Belitung
Untuk Bangka Belitung sendiri sebagai wilayah dengan WPR terluas keempat, telah ditetapkan sebanyak 123 WPR. Meliputi tiga kabupaten dengan total 36 blok terdiri diri 9 blok Bangka Selatan, 13 blok Bangka Tengah, dan 14 blok Belitung Timur.
Sementara untuk IPR di Bangka Belitung, belum ada satupun yang ditetapkan ESDM. Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan hal ini lantaran belum terpenuhinya persyaratan untuk penetapan IPR. “Iya pasti karena ada salah satu persyaratan yang belum dipenuhi,” kata Tri saat ditemui di DPR pada Selasa (26/3).
Tri menjelaskan, sebelum adanya terbitnya IPR suatu wilayah harus ditetapkan sebagai WPR terlebih dahulu. “Di dalam WPR itu dibuatkan dokumen pengelolaan WPR. Kalau sudah selesai baru dibuatkan dokumen pengelolaan lingkungan untuk WPR, baru nanti IPRnya terbit,” ujar Tri
Mengenai Bangka Belitung yang belum ada penerbitan IPRnya, Tri mengatakan saat ini belum dapat diketahui titik masalahnya.
“Nah ini belum tahu di sebelah mana titiknya. Kan Bangka Belitung sudah beberapa yang dibuatkan, ataukah itu sudah masuk apa belum nah itu yang mesti kita lihat dan cek dulu,” ucapnya.