Pengusaha Batu Bara: Ekspor ke Cina Melandai Imbas Perlambatan Ekonomi

ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk yang didatangkan dari Samarinda di Pelabuhan PLTU Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Kamis (4/1/2023). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat alokasi penggunaan batubara dalam negeri pembangkit dan industri dalam lima tahun ke depan akan naik 165 juta ton menjadi 208,5 juta ton di tahun 2025 yang didominasi oleh pembangkit listrik.
Penulis: Mela Syaharani
24/4/2024, 18.33 WIB

Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) melaporkan jumlah permintaan batu bara ke Cina melandai. Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan hal ini berkaitan dengan keadaan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

“Jika kontraksi pertumbuhan ekonomi di Cina tidak seperti sebelumnya, maka permintaan (batu baranya) landai saja, tidak ada yang terlampau besar,” kata Anggawira saat ditemui di Jakarta Selatan pada Selasa (24/4).

Anggawira menyebut, Cina saat ini tengah menambah inventory atau persediaan batu bara. Hal ini dilakukan agar pemerintah Cina dapat mengatur jumlah impor yang dikehendaki.

“Kalau harga batu baranya tinggi mereka simpan, karena mereka sempat kebobolan, mereka masih mau inventory di negara mereka,” ujarnya.

Berbeda dengan Cina, Anggawira menyampaikan permintaan ekspor batu bara ke negara Asia Selatan seperti India dan Bangladesh masih tinggi. Terlebih negara-negara tersebut tengah memiliki proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap dari batu bara.

Anggawira mengakui bahwa proyeksi ekspor batu bara kedepannya akan berkurang sebab adanya gerakan konversi menuju energi bersih atau green energy.

“Mau tidak mau harus ada pengurangan. Nanti kita lihat tergantung dengan situasi global, pandemi Covid-19 hingga konflik Timur Tengah. Mengingat bahwa batu bara ini merupakan barang substitusi,” ucapnya.

Barang substitusi yang dimaksud adalah batu bara dijadikan pilihan saat harga gas dan minyak dunia mengalami tekanan atau peningkatan yang signifikan. “

“Tapi mungkin kalau saya lihat fluktuasinya tidak seheboh kemarin ketika situasi Covid, di Cina pun mempunyai suatu strategi inventory yang cukup disiapkan, jadi mereka punya fungsi kontrol soal harga batu bara internasional,” kata dia.

Melalui strategi Cina ini, Anggawira menyebut hal ini mendorong pemerintah untuk menggalakkan perluasan pemanfaatan batu bara bukan hanya sebagai bahan bakar namun hingga gasifikasi.

“Walaupun sampai saat ini belum ada konkret berjalan (gasifikasi) seperti Air Product, perlu ada insentif yang progresif dan revolusioner sehingga potensi yang kita miliki ini bisa teroptimalkan. Terlebih dengan beban subsidi LPG makin lama makin tinggi, perlu ada strategi khusus untuk bisa melakukan suatu substitusi energi,” katanya.

Reporter: Mela Syaharani