Plus Minus Perpanjangan Kontrak Freeport hingga 2061

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Mela Syaharani
30/4/2024, 16.05 WIB

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa proses revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara akan segera rampung.

Revisi ini akan memungkinkan PT Freeport Indonesia memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) selama dua puluh tahun hingga 2061 lebih cepat tanpa harus menunggu sampai 2036, atau 5 tahun sebelum kontraknya saat ini berakhir pada 2041.

Menurut Bahlil, revisi beleid tersebut juga akan memberikan penambahan saham pemerintah di PTFI sebesar 10% atau menjadi 61%.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan keputusan perpanjangan kontrak atau IUPK Freeport hingga 2061 memiliki dampak positif dan negatif.

“Dampak positifnya adalah adanya kepastian berusaha bagi perusahaan Freeport dan prinsip konservasi sumber daya dan cadangan, peningkatan anggaran serta kegiatan eksplorasi,” kata Rizal kepada Katadata.co.id pada Selasa (30/4).

Selain itu, menurut Rizal perpanjangan IUPK ini juga dapat menciptakan multiplier effect atau efek pengganda ekonomi dalam jangka waktu operasi perusahaan. Namun dia menilai perpanjangan kontrak ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif.

“Perlu dikaji secara mendalam aspek legal-nya karena Freeport sudah perpanjangan kedua. Artinya pada 2041 izinnya habis, apakah harus dikembalikan ke negara dan diproses lelang dengan prioritas kepada BUMN/BUMD atau bisa diperpanjang,” ujarnya.

Menurutnya, jika memperpanjang kontrak PTFI maka pemerintah harus merevisi regulasi dan aturan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. “Ini perlu kajian mendalam dari ahli-ahli hukum,” ucapnya.

Sebelumnya, Bahlil juga mengatakan bahwa perpanjangan IUPK Freeport hingga 2061 menjadi sesuatu yang penting. Sebab, produksi PTFI akan memasuki puncak pada 2031 dan membuat cadangan tembaga di tambang dapat habis pada 2040.

Dengan demikian, kegiatan eksplorasi harus dilakukan selambatnya pada 2025. Namun langkah tersebut membutuhkan kepastian usaha berbentuk IUP.

“Eksplorasi tambang bawah tanah membutuhkan waktu 10 sampai 15 tahun. Jadi, kalau kami tidak melakukan perpanjangan sekarang, maka siap-siap saja PTFI tidak beroperasi pada 2040,” katanya.

Selain itu, revisi aturan tersebut akan memberikan penambahan saham pemerintah di PTFI sebesar 10%. Bahlil mengatakan Indonesia dapat menambah sahamnya pada PTFI dengan harga yang murah.

Saat ini, pemerintah memiliki saham 51% di PTFI. “PTFI ini sudah milik kita, dan ini ada peluang opsi penambangan saham 10% dengan harga yang sangat murah dan murah sekali,” ujar Bahlil di Jakarta, Senin (29/4).

Reporter: Mela Syaharani