Tahan Harga BBM Saat SPBU Swasta Kompak Naik, Pertamina Rugi?

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Petugas bersiap melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax Green 95 saat peluncuran BBM tersebut di SPBU MT Haryono, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Penulis: Mela Syaharani
2/5/2024, 17.59 WIB

Pertamina memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian harga BBM Mei 2024 meski SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo, kompak menaikkan harga.

Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai keputusan Pertamina menahan harga BBM nonsubsidi sejak awal tahun hingga Mei ini tidak akan menyebabkan kerugian.

“Secara prinsip sesungguhnya Pertamina tidak menanggung kerugian sama sekali dalam hal itu. Kalau harga BBM non-subsidi Pertamax ke atas tidak dinaikkan, maka pemerintah akan memberikan kompensasi bagi Pertamina,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Kamis (2/5).

Fahmy menyampaikan biaya kompensasi tersebut akan dibayarkan berdasarkan dengan anggaran tahun berjalan. “Jadi biasanya kalau terjadi sekarang, itu bisa (bayar kompensasi pada) anggaran tahun depan,” ujarnya.

Menurut dia kerugian bagi Pertamina hanya dari sisi waktu pembayaran kompensasi dari pemerintah. “Tapi secara accounting itu tidak rugi sama sekali, karena kerugian tadi diambil alih oleh pemerintah yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.

Meski tidak rugi, namun Fahmy menilai keputusan menahan harga BBM nonsubsidi merupakan sebuah kesalahan. “Karena penetapan harga BBM nonsubsidi seharusnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Pada saat harga minyak naik ya dia harus naikkan harga BBM, begitu harga pasar turun ya diturunkan,” ucapnya.

Bahkan Fahmy menyebut, penahanan harga ini dapat merusak sistem. “SPBU swasta sudah menaikkan hingga Rp 1.000 (per liter), saya kira ini bisa merusak sistem dalam keputusan penetapan harga BBM nonsubsidi,” kata dia.

Sebab menurutnya, penetapan harga BBM nonsubsidi berbeda dengan BBM subsidi yang dikendalikan oleh pemerintah berdasarkan banyak pertimbangan.

“Kalau Pertalite dan Solar dinaikkan maka sudah pasti akan memicu inflasi. Harga-harga bisa naik dan itu menurunkan daya beli dan ini membahayakan ekonomi Indonesia maka itu ditahan,” katanya.

Sebagai informasi, PT Pertamina (Persero) tidak menaikkan harga BBM non subsidi pada Mei 2024 meskipun harga minyak dunia meningkat dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika melemah.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan keputusan ini mengacu pada Kepmen ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi.

Dalam aturan ini, formulasi harga BBM di antaranya dipengaruhi oleh nilai tukar dolar AS dan MOPS. “Penyesuaian harga BBM nonsubsidi memang mengacu pada regulasi. Namun pada kondisi saat ini kami mendukung upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas perekonomian," kata Irto dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (2/5).

Ini merupakan kali keempat Pertamina memutuskan untuk tidak merubah harga BBM non subsidi mereka. Penyesuaian harga terakhir kali dilakukan pada Januari 2024 lalu.

Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan ketegangan geopolitik dan pengurangan pasokan OPEC+ telah mengerek harga minyak dunia tahun ini naik hampir 18%. Di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, Pertamina Patra Niaga akan terus menjaga pasokan BBM nasional serta stabilitas harga.

“Kecenderungan harga minyak mentah naik, namun kami tetap memastikan pasokan BBM nasional dalam kondisi aman. Kami juga komitmen menjaga harga BBM domestik tetap stabil agar tidak berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat,” kata Riva dalam siaran pers, Senin (15/4).

Riva menambahkan, Pertamina mengambil kebijakan mempertahankan harga walaupun biaya produksi BBM meningkat seiring kenaikan harga minyak dunia. "Sebagai perusahaan negara, kami mendukung upaya Pemerintah menjaga perekonomian nasional lebih stabil dan kondusif," ujarnya.

Reporter: Mela Syaharani