Direktur Utama PT Antam Tbk Nicolas D. Kanter mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM belum sepenuhnya menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan untuk periode 2024-2026.

“Antam belum memperoleh RKAB secara menyeluruh dari yang sudah kami ajukan. Terutama di dua aset besar kami yang sebenarnya berkontribusi besar bagi produksi. Dua aset ini diperuntukkan untuk EV Battery Ecosystem,” ujarnya dalam konferensi pers RUPS Antam Tahun Buku 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta pada Rabu (8/5).

“Beberapa yang kami sudah dapat adalah di Maluku Utara, kemudian nikel di Kolaka, dan bauksit juga sudah. Namun sewaktu dikeluarkan untuk bauksit itu jumlahnya hanya yang diperuntukkan bagi smelter kami, padahal ada smelter lain yang harus kami pasok juga,” ucapnya.

Nicolas menjelaskan, dengan pergantian regulasi yang mengatur bahwa RKAB yang awalnya diajukan setiap tahun menjadi tiga tahun sekali membuat Kementerian ESDM lebih berhati-hati.

“Kami mengetahui pemerintah menghadapi masalah penyalahgunaan izin RKAB oleh beberapa oknum. Sehingga reaksi pemerintah menjadi lebih detail dan berhati-hati level ekstrim,” ujarnya.

Nicolas menyebut, dengan perubahan periode pengajuan RKAB membuat waktu penyusunan lebih mudah. Nicolas mengatakan, belum keluarnya RKAB juga disebabkan oleh benturan wewenang antara diktum yang dikeluarkan oleh Kementerian Investasi dan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM.

“Dikeluarkannya SK atau diktum oleh kementerian investasi ini untuk memungkinkan percepatan proyek. Tapi ternyata percepatan yang dikeluarkan itu sedikit ada benturan wewenang,” kata dia.

Terkait dua aset besar yang belum disetujui RKAB-nya, Nicolas mengatakan hal ini dapat selesai dengan keluarnya revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Jadi kami semua sedang menunggu sebenarnya. Dua aset yang besar ini adalah menunggu PP 96 yang katanya sudah akan selesai,” ujar Nicolas.

Kementerian ESDM melaporkan per 18 Maret telah menerima 731 permohonan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan mineral untuk periode 2024 hingga 2026.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Suswantono mengatakan Kementerian ESDM baru memproses 201 permohonan atau 27,49% dari total, dengan 191 RKAB (26,13%) disetujui dan 10 (1,37%) ditolak.

“Setelah dilakukan evaluasi terhadap 731 RKAB yang masuk ke Ditjen Minerba, hasilnya sebagai berikut. Penyelesaian RKAB saat ini 201 permohonan dengan persetujuan sebanyak 191 dan penolakan 10 permohonan,” kata Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa (19/3).

Meski baru memproses 201 permohonan, Bambang tetap membuka peluang perbaikan. “Sampai saat ini ada 530 permohonan yang masih diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan sesuai dengan aspek esensial,” ujarnya.

Aspek esensial yang dimaksud yakni administrasi, sumber daya dan cadangan, penambangan, pengolahan, pemasaran, PPM, keuangan PNBP, serta keselamatan pertambangan.

Sebelumnya, pada Februari 2024 Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan masih banyak RKAB dari perusahaan pertambangan mineral dan batu bara yang belum disetujui.

“Saat ini RKAB yang disetujui sudah lebih dari 10% dari 700 perusahaan. Lebih banyak perusahaan batu bara dibandingkan Mineral,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Jakarta pada Jumat (16/2).

Arifin mengatakan untuk memperoleh persetujuan dari Kementerian ESDM, perusahaan harus memenuhi seluruh kewajiban yang ditetapkan pemerintah sebagai persyaratan.

“Jadi ada dua hal yang utama yang membuat RKAB mentok, baik di batu bara maupun mineral yaitu mengenai kewajiban penerimaan negara bukan pajak (PNBP) supaya diselesaikan. Jadi masih banyak ternyata yang belum selesai, jadi memang sudah diinformasikan, sudah ketemu,” ujarnya.

Selain kewajiban penuntasan PNBP, terdapat faktor lain yang menyebabkan tersendatnya persetujuan RKAB. “Kemudian juga program pembinaan masyarakat harus dicantumkan, banyak yang gak dicantumkan, ini terjadi di mineral dan batu bara,” ucapnya.

Reporter: Mela Syaharani