Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan terdapat tiga alasan yang menyebabkan target produksi migas 2030 terpaksa mundur.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyampaikan, salah satunya disebabkan oleh kemunduran jadwal onstream beberapa proyek yang sudah direncanakan. satu diantaranya adalah onstream Blok Tuna, di Laut Natuna Utara.
“Tuna di Natuna karena geopolitik, salah satu operator yakni Zarubezhneft asal Rusia harus melepaskan proyek ini permasalahan ini,” kata Dwi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI pada Kamis (6/6).
Pemerintah berencana menjual gas bumi, dengan volume 100 sampai 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD), ke negara tetangga Vietnam pada 2026 yang akan disuplai dari Blok Tuna, Kepulauan Natuna.
Hak pengelolaan Blok Tuna sebelumnya dipegang oleh Zarubezhneft, perusahaan migas milik negara Rusia bersama Premier Oil Tuna BV dengan masing-masing menggenggam 50% hak partisipasi.
Tidak hanya Blok Tuna, Proyek Forel Bronang juga menjadi penyebab lainnya. Proyek ini sebelumnya ini awalnya akan onstream pada Oktober 2023, namun akhirnya jadwal onstream-nya dimundurkan menjadi pertengahan 2024. Forel Bronang diharapkan dapat menghasilkan 10.000 barel minyak per hari dan 43 mmscfd gas.
“Kami sudah review target jangka panjang, ada pergeseran memang karena pandemi covid-19 yang membatasi mobilisasi tenaga kerja dan peralatan, kemudian delay proyek, serta kondisi finansial para perusahaan yang kesulitan,” ujarnya.
Sebelumnya Dwi mengatakan jadwal onstream atau mulai beroperasinya Blok Tuna berpotensi mundur dari target awal. “Kalau saya lihat mungkin target onstream tahun 2026 masih dapat dikejar, namun jika target tersebut geser mungkin akan onstream pada 2027,” kata Dwi saat ditemui di ICE BSD City, Tangerang pada Selasa (14/5).
Zarubezhneft mengumumkan hengkang sebagai operator Blok Tuna dalam pertemuan awal 2023 dengan SKK Migas dan Harbour Energy-perusahaan induk Premier Oil Tuna BV. Zarubezhneft ingin hengkang karena terdampak sanksi atau pembatasan Uni Eropa dan pemerintah Inggris terhadap Rusia.
“Sekarang ini prosesnya pengembangan Blok Tuna masih jalan terus dengan operator yang Harbor Energy. Apapun terjadi dengan partnernya, dia punya kewajiban untuk menjalankan proyek itu. Jadi sekarang ini prosesnya masih jalan terus,” ujar Dwi.