Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa negosiasi perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia sudah mencapai kesepakatan 98%.
Bahlil yang masuk dalam tim negosiasi dengan Freeport bersama kementerian teknis termasuk Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN, menyebut beberapa hal yang disepakati dalam negosiasi ini.
“Sudah hampir 98% poin-poinnya sudah disepakati. Salah satu di antaranya adalah penambahan saham (negara) 10%, pembangunan smelter di Papua, kemudian melibatkan pengusaha-pengusaha daerah Papua,” ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Investasi, Jumat (7/6).
Bahlil menjelaskan bahwa untuk poin pelibatan pengusaha Papua agar orang Papua juga mengambil bagian yang produktif dalam rangka pengembangan lanjutan dari perpanjangan IUPK Freeport.
Dia juga menjelaskan mengapa pemerintah ingin memperpanjang kontrak Freeport yang valuasinya kini sudah lebih dari US$ 20 miliar atau sekitar Rp 324 triliun.
“Freeport itu diambil (akuisisi) pada 2018 sekitar US$ 4 miliar. Dividen dari 2018 sampai 2024 sudah hampir tutup (biaya) itu. Kalau kita hitung selama BUMN tidak pakai dividennya untuk yang lain, mungkin satu tahun ini atau paling lambat 2025 sudah terjadi break even point,” ujarnya.
Puncak produksi tambang Freeport diperkirakan terjadi pada 2035. Eksplorasi tambang bawah tanah, kata Bahlil, membutuhkan waktu 10-15 tahun, sedangkan kontrak Freeport saat ini berakhir pada 2041.
“Jadi kalau tidak segera diantisipasi, maka pada 2035 tidak ada eksplorasi, dan cadangan tidak lagi akan diproduksi. Kalau seperti itu siapa yang mau beri tanggung jawab?” ujarnya.
Seperti diketahui untuk mengakomodir perpanjangan IUPK Freeport, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Sebelumnya Bahlil mengatakan bahwa dalam revisi ini pemerintah melakukan penyesuaian untuk mewujudkan kepastian investasi yang berkelanjutan. Salah satu perubahan aturan tersebut yaitu terkait syarat perpanjangan kontrak perusahaan.
“Terkait dengan syarat perpanjangan yang di dalamnya adalah paling cepat 5 tahun kami ubah. Karena ini terintegrasi dengan smelter. Kedua, karena itu 5 tahun, kita punya produksi Freeport tahun 2035 sudah menurun, sementara eksplorasi underground minimal 10 tahun” ujarnya.
Adapun perubahan aturan ini, kata Bahlil, tidak hanya spesifik untuk satu perusahaan namun berlaku sama rata atau equal treatment, guna mewujudkan ekosistem investasi yang berkelanjutan di Indonesia.