International Energy Agency (IEA) memprediksi pasokan minyak global akan berlebih pada 2030, seiring dengan transformasi sektor energi di beberapa negara.
Laporan IEA menunjukkan, pertumbuhan permintaan minyak dunia diperkirakan akan melambat di tahun-tahun mendatang. Pasalnya, upaya transisi energi yang dilakukan sejumlah negara, baik maju maupun berkembang, diperkirakan akan menunjukkan hasil yang signifikan.
Pada saat yang sama, produksi minyak global akan meningkat, yang akan mengurangi ketegangan pasar dan mendorong cadangan kapasitas ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di luar pandemi Covid-19.
Dalam laporan bertajuk 'Oil 2024', IEA mengkaji implikasi luas dari dinamika keamanan pasokan minyak, pengilangan, perdagangan dan investasi.
"Berdasarkan kebijakan dan tren pasar saat ini, permintaan yang kuat dari negara-negara dengan pertumbuhan pesat di Asia, serta dari sektor penerbangan dan petrokimia, diperkirakan akan mendorong penggunaan minyak lebih tinggi di tahun-tahun mendatang," tulis laporan tersebut, dikutip Minggu (16/6).
Namun, kemajuan tersebut akan semakin diimbangi oleh beberapa faktor, seperti peningkatan penjualan mobil listrik, peningkatan efisiensi bahan bakar pada kendaraan konvensional, penurunan penggunaan minyak untuk pembangkit listrik di Timur Tengah, dan perubahan struktural ekonomi.
Akibatnya, permintaan minyak global, termasuk biofuel, yang rata-rata berjumlah lebih dari 102 juta barel per hari pada 2023, akan turun mendekati 106 juta barel per hari menjelang akhir dekade ini.
Secara paralel, lonjakan kapasitas produksi minyak global, yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan produsen minyak lainnya di Benua Amerika, diperkirakan akan melampaui pertumbuhan permintaan antara saat ini hingga 2030. Total kapasitas pasokan diperkirakan akan meningkat hingga hampir 114 juta barel per hari pada 2030.
Hal ini akan menghasilkan tingkat cadangan kapasitas yang belum pernah terjadi sebelumnya, kecuali pada puncak lockdown akibat pandemi Covid-19 pada 2020. Kapasitas cadangan pada tingkat tersebut, dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan terhadap pasar minyak, termasuk bagi negara-negara produsen di OPEC dan negara-negara lain.
“Ketika pandemi mulai melemah, transisi energi ramah lingkungan semakin maju, dan struktur perekonomian Cina bergeser, pertumbuhan permintaan minyak global melambat dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2030. Tahun ini, kami memperkirakan permintaan akan meningkat sekitar 1 juta barel per hari,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, dalam keterangan resminya.
Meski IEA memperkirakan adanya perlambatan pertumbuhan, permintaan minyak global diperkirakan masih akan meningkat sebesar 3,2 juta barel per hari pada 2030 dibandingkan tahun 2023. Ini dapat terjadi dengan catatan tidak ada langkah-langkah kebijakan yang lebih kuat diterapkan atau dilakukan perubahan perilaku.
Peningkatan permintaan diperkirakan didorong oleh negara-negara berkembang di Asia, terutama penggunaan minyak yang lebih tinggi untuk transportasi di India. Selain itu, permintaan minyak global juga akan didorong dari peningkatan penggunaan bahan bakar jet dan bahan baku dari industri petrokimia yang sedang berkembang pesat, terutama di Cina.
Sebaliknya, permintaan minyak di negara-negara maju diperkirakan akan terus mengalami penurunan selama beberapa dekade. IEA memperkirakan, permintaan akan turun dari hampir 46 juta barel per hari pada 2023 menjadi kurang dari 43 juta barel per hari pada 2030.