Menteri ESDM Sebut Ada Usulan Harga BBM Subsidi Pertalite Dinaikkan

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/nym.
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024).
Penulis: Mela Syaharani
28/6/2024, 18.37 WIB

Kementerian ESDM mengatakan bahwa telah menerima usulan perubahan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Hal ini seiring dengan naiknya harga minyak yang membuat keekonomian BBM naik.

"(Keekonomian) naik, kan harga minyak naik," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif kepada wartawan saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) pada Jumat (28/6).

Dia menjelaskan bahwa naiknya harga minyak dunia membuat keekonomian BBM, Pertalite dan Pertamax, ikut meningkat. Namun ia tidak membeberkan berapa selisih harga keekonomian Pertalite maupun Pertamax dengan harga jualnya di SPBU.

Ketika ditanya apakah ada usulan terkait kenaikan harga BBM, Arifin mengatakan, "kalau yang subsidi iya, kalau yang non subsidi belum ada karena 'kan bebas, jadi tidak perlu diusulkan".

Namun, Arifin menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan mengenai penyesuaian harga BBM subsidi dengan kementerian atau lembaga lainnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan bahwa hitungan kompensasi harga asli Pertalite dengan harga jualnya meningkat pada akhir-akhir ini.

“Hitungannya berat sekali karena dengan harga jual Rp 10.000/ liter itu harga produksinya lebih tinggi Rp 2.400. Bahkan akhir-akhir ini merangkak naik Rp 3.500, jadi harga riilnya Rp 13.500/liter,” kata Sugeng beberapa waktu lalu dalam acara Mining Zone CNBC.

Sugeng menyampaikan dengan harga tersebut, biaya yang harus ditanggung setiap liternya adalah Rp 3.500 dikalikan dengan anggaran kuota Pertalite yang dijatah 31 juta kilo liter (KL) untuk 2024.

“Prognosa yang ada itu tampaknya konsumsi Pertalite akan melampaui kuota menjadi 32 juta KL. Ini kan beban juga bagi korporasi,” katanya.

Namun dia menyampaikan, terdapat tiga aspek yang harus diperhatikan ketika pemerintah berkeinginan menyesuaikan harga BBM baik yang bersubsidi maupun non subsidi.

“Pertama, melihat kemampuan daya beli masyarakat dan implikasinya ke inflasi, kedua kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN kita, serta ketiga korporasi yang mendapat penugasan yaitu Pertamina,” kata dia.

Pemerintah sejak Februari lalu menahan harga BBM baik itu subsidi dan non subsidi hingga Juni ini. Sugeng mengatakan, penahanan harga BBM ini menjadi beban bagi perusahaan atau badan usaha yang mendapatkan penugasan.

Sugeng mengatakan pemberian subsidi dilakukan pemerintah untuk mempertahankan daya beli masyarakat. “Jadi kewajiban negara adalah daya beli masyarakat yang tidak mampu tetap memiliki kemampuan daya beli, bukan malah turunkan harga barang karena ada hukumnya sendiri yang membentuk struktur harga,” ujarnya.

Sugeng menyebut, kedepannya pemerintah perlu mulai mengubah mekanisme subsidi BBM ini, dari yang awalnya berbasis barang atau komoditas menjadi berbasis orang. Hal ini agar menjaga pemberian subsidi ditujukan hanya untuk orang yang berhak.

Reporter: Mela Syaharani