Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Indonesia masih mengimpor listrik dari Malaysia. Dalam 10 tahun terakhir, impor cenderung meningkat pada periode 2013-2o20 dan mulai turun pada 2021.
Pada 2023 impor listrik Indonesia dari Malaysia mencapai 892,91 gigawatt jam (GWh). Angka impor tertinggi dalam rentang tersebut terjadi pada 2019 sebesar 1.1683,12 GWh. Sementara angka terendahnya pada 2013 yang mana Indonesia hanya mengimpor 3,03 GWh.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, membenarkan bahwa Indonesia masih membutuhkan impor listrik dari Malaysia, lantaran untuk memperkuat sistem kelistrikan di Kalimantan.
“Masih ada impor untuk perkuat sistem disana (Kalimantan). Untuk menutupi kurangnya kebutuhan listrik yang saat ini masih melanda pulau Kalimantan, meskipun jaringan listrik milik PLN sudah ada,” kata Jisman ditemui di kompleks DPR RI pada Senin (9/7).
Jisman menambahkan bahwa impor listrik dari Malaysia ini bersumber dari pembangkit listrik tenaga air (hydro). “Ada PLN tapi masih kurang, tapi itu sumbernya dari hidro jadi listriknya lebih bersih,” ujarnya.
Terkait Impor listrik, sebelumnya Direktur Manajemen Pembangkitan PT PLN (Persero) Adi Lumakso mengatakan bahwa impor listrik ini merupakan hal yang biasa.
“Karena memang kerja sama antara Malaysia dan Indonesia dan itu nanti ada peraturannya, ketentuannya harus ditempuh. Nanti kapan-kapan kita juga akan ekspor ke mereka, saat ini kan kita sedang transmisi,” kata Adi saat ditemui beberapa waktu lalu.
Adi mengatakan impor listrik dari Malaysia ini memang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Kalimantan Barat yang saat ini lokasi potensi air sebagai pembangkitnya jauh, sehingga PLN masih menunggu transmisi.
“Bertahap dan memang sekarang ini pembangunan pembangkit listrik itu arahnya yang berbasis energi terbarukan dan itu memerlukan potensi alam sekitar,” ujarnya.