Usulan Relaksasi Ekspor Bauksit Dinilai Tak Tepat, Ini Sebabnya

123RF
Ilustrasi ekstraksi bauksit dengan metode penambangan terbuka.
Penulis: Mela Syaharani
9/7/2024, 14.35 WIB

Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman meminta agar pemerintah memberikan relaksasi ekspor bauksit. Menurut dia kelonggaran ini dibutuhkan karena kondisi perekonomian yang lesu di provinsi penghasil bauksit, yakni Kalimantan Barat.

Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan bahwa usulan pemberian relaksasi ekspor untuk mineral bauksit dinilai tidak tepat. Fahmy menyebut, jika relaksasi dikabulkan maka akan mengganggu kebijakan pemerintah yang melarang ekspor mineral mentah.

“Kalau bauksit diberikan relaksasi, mestinya yang lain termasuk nikel juga itu harus dibuka juga agar adil. Kemudian relaksasi ini juga akan menghambat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah mineral,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Selasa (9/7).

Fahmy mengakui bahwa kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah termasuk bauksit memang memiliki efek jangka pendek berupa penurunan ekonomi sebagai konsekuensi.

Meski ekonomi menurun, Fahmy mengatakan dengan adanya pembangunan dan pengolahan mineral melalui smelter dapat membuka lapangan pekerjaan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa munculnya usulan relaksasi ekspor bauksit merupakan sebuah pelajaran bagi semua pihak.

“Agar ketika menyusun regulasi tentu perlu kajian akademis yang lebih menyeluruh termasuk di dalam menentukan tenggat waktu, bukan hanya sekedar angka politis, tetapi angka teknis dan ekonomisnya juga perlu dipertimbangkan,” kata dia.

Menurutnya, solusi jangka pendek yang dapat diberikan pemerintah dalam menghadapi hal ini adalah dengan membuka relaksasi tersebut. “Jika biaya dan manfaatnya jauh lebih maksimal ketika di relaksasi ya silakan. Tetapi tentu ini menjadi kurang baik bagi regulasi kita, karena dilanggar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Komaidi menjelaskan bahwa hilirisasi mineral merupakan wujud semangat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang menginginkan Indonesia untuk secepatnya memiliki fasilitas pemurnian atau smelter di dalam negeri agar menambah nilai ekonomi.

Namun, dia mengatakan semangat hilirisasi ini tidak diimbangi dengan roadmap atau peta jalan yang baik. Sehingga ketika diterapkan mengakibatkan banyak pihak tidak siap sehingga muncul usulan relaksasi bauksit.

“Ketika tidak diberikan relaksasi artinya domestik juga tidak bisa menyerap dan produksi bauksit menumpuk sehingga tidak bisa diolah yang menyebabkan penerimaan negara juga terganggu, aktivitas produksi juga terganggu sampai ada potensi lay off dari pekerja mereka,” ucapnya.

Reporter: Mela Syaharani