Anggota Komisi VII Sayangkan Muhammadiyah Terima Tawaran Konsesi Tambang

ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/nz
Massa yang tergabung dalam Forum Cik Di Tiro melakukan aksi di depan Universitas Aisyiyah, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (27/7/2024). Dalam aksinya mereka meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak pemberian izin tambang batubaru untuk ormas keagamaan.
Penulis: Mela Syaharani
29/7/2024, 14.46 WIB

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyayangkan keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah yang akhirnya menerima tawaran pengelolaan tambang batu bara dari pemerintah.

Mulyanto khawatir keputusan ini mencederai harapan masyarakat terhadap kemandirian dan independensi Muhammadiyah di hadapan pemerintah.

"Saya terkejut dengan keputusan tersebut. Tidak biasanya Muhammadiyah membuat keputusan di luar harapan masyarakat,” kata Mulyanto dalam siaran pers, dikutip Senin (29/7).

Menurut Mulyanto, Muhammadiyah dan para tokohnya biasanya cukup kritis terhadap kebijakan pemerintah, apalagi kebijakan yang terjadi pro-kontra di dalam masyarakat.

Namun kali ini dengan penerimaan atas konsesi tambang tersebut, dia menilai masyarakat menangkap sinyal bukan saja berarti Muhammadiyah menyetujui substansi norma yang terkandung dalam regulasi tersebut, tetapi bahkan mendukungnya.

Mulyanto menyampaikan, melalui sikap ini Muhammadiyah terkesan turun derajat dari wilayah high politics ke wilayah low politics dan luput mempertimbangkan aspek tata kelola pemerintahan yg baik (good governance).

Sebab menurutnya poin penting dari masalah ini adalah pelanggaran atas undang-undang ketika ormas keagamaan ditawarkan konsesi tambang, bahkan ditawarkan secara prioritas. "Tentu ini akan ada resiko politiknya, baik dari sisi internal, dari sisi masyarakat, maupun relasi dengan kekuasaan," ujarnya.

Selain itu, dia menyebut penerimaan konsesi tambang tersebut rawan bagi Muhammadiyah, karena bisa saja Peraturan Pemerintah yang menjadi dasar hukum pemberian prioritas konsesi tambang tersebut di-judisial review dan dibatalkan oleh Mahkamah Agung. “Kalau itu terjadi, kan Muhammadiyah jadi repot,” ucapnya.

Mulyanto berpendapat, bahwa PP No. 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba ini bertentangan dengan UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.

Khususnya terkait dengan pasal yang mengatur tentang pemberian prioritas penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang merupakan wilayah eks PKP2B kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

"Sebenarnya niat baik pemerintah untuk membantu ormas keagamaan tersebut akan lebih aman secara regulasi kalau dilakukan melalui pemberian participating interest (PI) atau bantuan melalui dana CSR usaha sektor pertambangan bukan melalui pemberian konsesi tambang," kata dia.

Reporter: Mela Syaharani