Harga Minyak Turun Hampir 2% Meski Konflik Timur Tengah Memanas

Pertamina
Pertamina mengelola Menzel Ledjmet Nord (MLN) Oil Field di Aljazair sejak 2014 dengan penguasaan hak partisipasi sebesar 65%. Lapangan migas ini memproduksi minyak 14.875 bopd pada Januari-Mei 2023.
Penulis: Happy Fajrian
30/7/2024, 06.53 WIB

Harga minyak mentah turun hampir 2% pada akhir perdagangan Senin (29/7) meski di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Israel dan milisi Hizbullah yang didukung Iran.

West Texas Intermediate untuk kontrak September turun US$ 1,35, atau 1,75% menjadi US$ 75,81 per barel. Sedangkan Brent untuk kontrak yang sama juga turun US$ 1,35 atau 1,66% menjadi US$ 79,78 per barel.

Sebuah roket yang ditembakkan dari Lebanon menewaskan 12 anak di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada hari Sabtu. Israel menyalahkan Hizbullah atas serangan tersebut. Milisi tersebut telah membantah bertanggung jawab.

Namun para pedagang tampak tidak terpengaruh oleh risiko meluasnya perang antara Israel dan milisi Hizbullah. Kabinet keamanan Israel telah memberi wewenang kepada pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memutuskan bagaimana dan kapan menanggapi serangan roket tersebut.

Ketegangan Timur Tengah mendorong harga minyak lebih tinggi pada musim semi ketika Israel dan Iran hampir berperang, tetapi reaksi pasar terhadap peristiwa di wilayah tersebut telah diredam sejak saat itu karena tidak adanya gangguan pasokan minyak yang sebenarnya.

“Pasar minyak sebagian besar telah memudarkan cerita perang Timur Tengah setelah baku tembak antara Iran dan Israel pada bulan April gagal memicu konflik yang lebih luas atau membahayakan pasokan energi secara material,” Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets, dikutip dari CNBC, Selasa (30/7).

Namun, Croft memperingatkan bahwa konfrontasi langsung antara Israel dan Hizbullah dapat menjadi katalisator yang membawa anggota OPEC Iran ke dalam perang karena pentingnya milisi tersebut bagi kepentingan regional Teheran.

“Israel mungkin memang menahan diri, seperti yang dilakukannya pada April, dan memilih pembalasan yang lebih terukur yang tampak serius tetapi tidak membuka front perang lainnya,” tulis Croft.

Tetapi serangan lintas batas yang terjadi hampir setiap hari dan jumlah pengungsi internal di dalam Israel “tampaknya lebih jelas mengarah pada konflik yang lebih parah atau, paling tidak, peningkatan risiko eskalasi melalui salah perhitungan,” Croft memperingatkan.