Pemerintah Akan Batasi BBM Subsidi, Pakar: Harus Ada Kriteria yang Jelas
Pemerintah berencana membatasi pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) subsidi pada Oktober mendatang. Hal ini diungkapkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada Selasa (27/8).
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan rencana pembatasan ini menurutnya tidak efektif. “Tidak akan efektif karena saat ini belum ada kriteria yang jelas untuk diterapkan,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Kamis (29/8).
Menurutnya, sebelum pemerintah berencana membatasi BBM subsidi seharusnya melakukan beberapa proses, pertama dengan memutuskan terlebih dahulu mekanisme yang akan digunakan seperti apa.
“Saya usulkan, misalnya BBM subsidi ini hanya bisa dikonsumsi oleh sepeda motor, angkutan barang, dan angkutan orang yang berplat kuning. Sehingga SPBU dengan mudah bisa menentukan mana konsumen BBM subsidi, selain tiga golongan di atas maka harus menggunakan BBM non-subsidi,” ujarnya.
Setelah pemerintah selesai menentukan kriteria, hal selanjutnya yang dilakukan adalah menentukan penetapan dasar hukumnya, dalam hal ini revisi peraturan presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“Jika terdapat penyimpangan namun ada dasar hukumnya maka aparat bisa menindak, tapi kalau seperti sekarang ya tidak bisa,” ucapnya.
Ketiga, Fahmy menyebut pemerintah harus mensosialisasikan terkait pembatasan BBM subsidi tersebut. Sosialisasi tersebut mencakup alasan pemerintah mengambil kebijakan ini, yang ditujukan untuk mengurangi polusi udara.
“Ini yang harus dikomunikasikan kepada masyarakat, agar mereka paham dan sadar untuk pindah ke BBM non-subsidi,” kata dia.
Fahmy menyampaikan jika tidak ada sosialisasi maka akan berpotensi memicu kesalahan persepsi. Seperti anggapan bahwa pembatasan ini akan diiringi kenaikan harga BBM yang menambah beban masyarakat, padahal sesungguhnya tidak ada kenaikan harga.
Meski Fahmy menyebut rencana ini belum efektif, namun dia mengatakan kebijakan pemerintah untuk memastikan BBM tepat sasaran dapat dilanjutkan dengan memaksimalkan uji coba scan QR untuk kendaraan konsumen solar.
Mekanisme ini dijalankan dengan cara konsumen mendaftarkan data diri mereka lalu memperoleh kode QR yang digunakan setiap kali membeli BBM subsidi.
Namun, Fahmy menyebut mekanisme ini masih memiliki kekurangan karena tidak menjangkau seluruh konsumen.
“Misalnya nelayan, dia membutuhkan solar tapi tidak punya akses untuk melakukan pendaftaran tadi, sehingga ada yang tercecer. Tapi menurut saya terapkan dulu saja di solar kemudian sekarang diperluas ke pertalite. Supaya mereka mendaftar diri melalui aplikasi atau datang ke SPBU kemudian diberikan QR tadi,” katanya.
Urgensi Pembatasan BBM Subsidi
Fahmy mengatakan, pembatasan BBM subsidi memang sudah menjadi urgensi bagi pemerintah. Pasalnya, beban APBN untuk subsidi BBM selalu membengkak.
“Dari data yang ada itu hampir sekitar Rp90 triliun, itu diantaranya adalah salah sasaran, sumber yang cukup besar, sehingga urgensi Ini saat mendesak untuk segera dilakukan pembatasan tadi agar subsidi tadi tepat sasaran, baik untuk BBM maupun LPG 3 kilo,” ujar Fahmy.
Meski sudah menjadi urgensi, namun Fahmy melihat rencana pembatasan ini akan sebatas wacana saja sebab menurutnya pemerintah tidak pernah serius untuk menerapkannya.
Hal ini dapat terlihat dari lamanya proses pemerintah dalam merevisi Perpres nomor 191 tahun 2014, hingga perbedaan pendapat antar pejabat publik terkait tanggal pembatasan BBM subsidi.
“Waktu itu Menko Luhut mengatakan 17 Agustus akan dilakukan, tapi dibantah oleh Menko Airlangga, bahkan Presiden juga ikut membantah dan dia mengatakan belum terpikirkan. Sekarang Menteri Bahlil itu mengatakan 1 Oktober tapi Presiden Jokowi menyebut belum juga, ini kan membingungkan bagi rakyat tentang pembatasan tadi,” ucapnya.
Seperti yang disebut sebelumnya, ketidakseriusan pemerintah terkait subsidi juga nampak dalam distribusi LPG 3 kilogram.
Menurutnya hingga saat ini belum ada mekanisme yang efektif untuk membuat distribusi LPG subsidi tepat sasaran. Menurutnya pengetatan melalui pendataan KTP belum efisien.
“Jadi itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dan hanya wacana saja dan saya tidak yakin 1 Oktober akan dilakukan pembatasan,” kata Fahmy
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebut pemerintah belum akan membatasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurutnya rencana itu masih dalam sosialisasi.
"Kami akan melihat kondisi di lapangan seperti apa. Belum ada keputusan, belum ada rapat,” ujar Jokowi di RS Sardjito, Yogyakarta, Rabu (28/8).
Pertimbangan utama pemerintah atas pembatasan BBM bersubsidi ini adalah terkait polusi udara, terutama di Jakarta.
Kemudian, Jokowi bilang ingin ada efisiensi APBN terutama untuk tahun anggaran 2025. Pernyataan Jokowi ini berbeda dengan pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Awalnya, Bahlil bilang pemerintah berencana membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi mulai 1 Oktober 2024.
Awalnya, rencana pembatasan BBM subsidi pada 1 September nanti. Namun, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut 1 September nanti adalah waktu untuk sosialisasi pembatasan BBM.
“Iya, memang ada rencana begitu (1 Oktober). Karena begitu aturan pembatasan keluar, itu kan ada waktu untuk sosialisasi. Nah sosialisasi ini yang sekarang sedang saya bahas,” kata Bahlil saat ditemui di Gedung DPR RI pada Selasa (27/8).
Bahlil menyebut, aturan pembatasan BBM subsidi ini akan berbentuk peraturan menteri (permen). Dia mengatakan subsidi BBM ini memang ditujukan bagi golongan masyarakat yang menerima, sehingga bagi pemilik kendaraan mewah jangan mengonsumsi.