Pembatasan bahan bakar minyak atau BBM dinilai merupakan opsi satu-satunya untuk menekan polusi dan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN. Namun demikian, pembatasan tersebut perlu dilakukan lebih tegas.
"Lebih tegas kalau misalnya yang boleh (menggunakan BBM subsidi) hanya roda dua. Sementara roda empat tidak boleh," ujar Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, dalam acara Energizing Tomorrow: Menjawab Tantangan Transformasi Energi Menuju Net Zero Emission, Jakarta, Selasa (10/9).
Komaidi mengatakan, kendaraan roda empat yang harusnya mendapatkan subsidi adalah hanya yang memiliki plat nomor kuning atau kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum orang dan barang. Dengan begitu maka petugas Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) akan lebih mudah dalam mengimplementasikan pembatasan BBM subsidi.
Sementara subsisi BBM untuk taksi online dapat dilaksanakan dengan memberikan potongan dalam bentuk voucher kepada pengemudi melalui paguyuban atau aplikator.
"Jadi satu pintu saja supaya di lapangan juga lebih jelas jadi di lapangan mereka belinya, kalau platnya hitam harganya umum tapi kalau mereka katakanlah itu dipakai online kemudian klaim balik ke aplikator. Aplikator hubungannya dengan Kementerian Keuangan atau Kementerian ESDM," ucapnya.
Komaidi menilai, pembatasan berdasarkan dengan cubic capacity (CC) atau kapasitas mesin dan berdasarkan tahun produksi kendaraan akan menjadi tidak adil bagi golongan tertentu.
"Di lapangan, CC yang rendah itu tidak berarti lebih murah dibandingkan CC yang tinggi," ungkapnya.
Rencana Pembatasan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan rencana ketentuan mengenai pengetatan seleksi konsumen bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi Pertalite tidak akan menyasar pada kendaraan jenis sepeda motor.
Menurut Luhut, seluruh sepeda motor dengan semua tipe kapasitas mesin tidak akan terkena aturan pembatasan pembelian Pertalite.
“Jadi akan ada 132 juta pengendara sepeda motor tidak akan terpengaruh sama sekali dengan rencana tadi,” kata Luhut saat ditemui di sela-sela agenda Indonesia International Sustainability Forum (IISF) di Jakarta Convention Center pada Jumat (6/9).
Luhut menjelaskan, mekanisme pengetatan distribusi BBM bersubsidi Pertalite dan Bio Solar nantinya akan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI). Menurutnya, sistem AI bakal secara otomatis mengenali jenis kendaraan yang tidak terdaftar di program subsidi tepat sasaran.
Dia menambahkan, kebijakan pembatasan pembelian BBM bersubsidi hanya menyasar kepada jenis kendaraan mobil dengan kriteria kapasitas mesin tertentu. Ia menyebut penerapan program subsidi tepat sasaran ini akan segera terlaksana, seiring dengan jadwal rapat terakhir dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pekan depan.
Luhut pun menyampaikan bahwa pemerintah sudah menetapkan termin 1 Oktober sebagai waktu awal sosialisasi pengetatan distribusi BBM bersubsidi. “Sekarang sosialisasi dan rapat terakhir dengan presiden minggu depan, setelah itu nanti kita lihat,” ujar Luhut.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan tidak ada perubahan kriteria bagi kendaraan yang bisa mengonsumsi BBM subsidi dibandingkan dengan draf aturan sebelumnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan hal ini mengacu pada hasil rapat yang telah dilaksanakan sebelumnya. “Kami hasilnya dari rapat Menko, semua tidak ada yang berubah di situ,” kata Dadan saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (23/8).
Jenis BBM subsidi yang dimaksud yakni jenis BBM tertentu Solar dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite. Dalam draf revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, kendaraan yang berhak menerima jatah BBM bersubsidi adalah mobil dengan kapasitas mesin di bawah 1.400 CC, dan motor di bawah 250 CC.