Pemerintah telah menetapkan Cadangan Penyangga Energi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2024. Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, pemenuhan CPE ini akan berasal dari produksi dalam negeri dan impor.
“Tapi, mayoritas hitungan kami adalah impor, karena seluruh produksi dalam negeri itu sudah terserap 100%,” kata Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto saat ditemui di Jakarta pada Rabu (11/9).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2024 disebutkan bahwa CPE bertujuan untuk menjamin ketahanan energi nasional, mengatasi krisis energi dan darurat energi, serta melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Ia menyebut pemenuhan CPE iakan dilakukan bertahap hingga 2035, menyesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Adapun pendanaan CPE berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, serta sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Target kami adalah mengenolkan impor. Kalau ada apa-apa kita pakai cadangan yang ada di dalam negeri,” ucapnya.
Dalam PP Nomor 96 Tahun 2024 ditetapkan tiga jenis CPE:
- Bahan bakar minyak atau BBM jenis bensin atau gasoline untuk bahan bakar transportasi dengan spesifikasi lebih ramah lingkungan sebanyak 9,64 juta barel.
- Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar keperluan industri, transportasi, komersial besar, menengah dan kecil, petani, nelayan, dan rumah tangga sebanyak 525,78 ribu metrik ton.
- Minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku keperluan operasi kilang minyak mencapai 10,17 juta barel.
Djoko menyampaikan, jumlah impor LPG untuk memenuhi kebutuhan domestik mencapai 80%. “Produksi LPG dalam negeri hanya dua juta metrik ton, sedangkan konsumsinya sebanyak 8 juta metrik ton. Untuk BBM dan minyak mentah, volume impornya lebih dari 50%,” ujarnya.
Adapun impor BBM terutama masih besar untuk jenis Bensin, sedangkan impor Solar sudah mulai berkurang. “Solar kan kita sudah ada B30 dan B35. Untuk Avtur juga bisa dibilang sudah sangat sedikit impornya,” katanya.
Dalam aturan disebutkan jika nanti CPE telah dipergunakan, maka perlu dilakukan pemulihan CPE oleh BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi yang melakukan Penggunaan CPE. Pemulihan CPE dilakukan paling lama 120 hari kalender setelah berakhirnya kondisi krisis Energi dan/atau Darurat Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Jadi misalnya persediaan CPE ada satu juta barel, lalu kita pakai 500 ribu, nanti kita harus isi lagi sebanyak 500 ribu,” kata dia.