Rancang BBM Rendah Polusi, Pemerintah Tegaskan Tak akan Naikkan Harga Bensin

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.
Petugas SPBU mengisi BBM jenis solar subsidi di salahsatu SPBU, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/5/2023). PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat (JBB) mulai Kamis, 25 Mei 2023 memperluas implementasi skema full registran untuk pembelian BBM solar subsidi melalui MyPertamina di DKI Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor serta Kota Depok agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dan tepat volume.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
12/9/2024, 21.32 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menekankan pemerintah tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak tahun ini. Namun, pemerintah akan memperketat penyaluran BBM bersubsidi dalam waktu dekat dan meningkatkan kualitas BBM.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan, pengetatan penyaluran BBM bersubsidi diperlukan agar beban negara tidak meningkat. Pemerintah akan menanggung biaya peningkatan kualitas BBM tanpa mengerek harga BBM untuk masyarakat.

"Peningkatan kualitas BBM berarti akan meningkatkan angka subsidi dan kompensasi BBM. Pada saat yang sama, subsidi dan kompensasi BBM hari ini disinyalir belum tepat sasaran," kata Rachmat di kantornya, Kamis (12/9).

Rachmat memaparkan 80% konsumsi atau lebih dari 19 juta kiloliter Pertalite pada 2022 dinikmati oleh rumah tangga dalam enam kelompok pendapatan paling tinggi. Mayoritas konsumsi dinikmati pada dua kelompok rumah tangga dengan pendapatan paling tinggi.

Senada, 95% dari konsumsi atau lebih dari 15 juta kiloter solar bersubsidi dinikmati oleh enam kelompok pendapatan paling tinggi. Namun, mayoritas konsumsi soalr tertinggi dilakukan oleh kelompok rumah tangga dengan pendapatan paling tinggi pada 2022. 

Adapun subsidi dan kompensasi BBM pada 2022 mencapai Rp 292 triliun. Dengan kata lain, sekitar Rp 233,6 triliun disalurkan bukan pada kelompok pra-sejahtera atau pada empat kelompok penghasilan terendah.

Rachmat menegaskan, pengetatan ini tidak akan diberlakukan untuk sepeda motor dan kendaraan niaga, termasuk taksi daring. Menurutnya, jumlah sepeda motor dan mobil golongan I pelat kuning mencapai 120,8 juta unit atau hampir 80% dari total kendaraan di dalam negeri.

Mayoritas pengetatan penyaluran BBM bersubsidi akan berdampak pada pemilik kendaraan niaga seperti truk dan bus. "Ada beberapa jenis kendaraan yang tidak lagi berhak membeli BBM bersubsidi dalam waktu dekat," katanya.

Meski demikian, Rachmat tidak menjelaskan lebih lanjut jadwal pengetatan penyaluran BBM bersubsidi tersebut.

BBM Rendah Polusi

Rachmat menjelaskan peningkatan kualitas yang dimaksud adalah penurunan kandungan sulfur dalam BBM sesuai dengan standar Euro 4, yakni maksimal 50 particle per million (ppm). Sejauh ini, jenis BBM yang memenuhi standar Euro 4 adalah Pertadex 53, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo 98.

Kandungan sulfur dalam Pertalite 90 adalah 500 ppm dan Pertamax 92 sebesar 400 ppm. Sementara itu, kandungan sulfur tertinggi adalah Biosolar 48 subsidi yang mencapai 2.500 ppm.

Rachmat menjelaskan, penurunan kandungan sulfur tersebut membuat PT Pertamina harus mengubah sistem produksi pada enam kilangnya. Ia menjadwalkan penurunan kandungan sulfur tersebut dapat dilakukan lebih dulu di DKI Jakarta.  

Pertamina dapat menurunkan sulfur solar di DKI Jakarta dapat dilakukan pada kuartal ketiga tahun ini. Sementara itu, penurunan sulfur bensin baru dapat dilakukan pada awal tahun depan.

Ia menjadwalkan penekanan kandungan sulfur pada BBM akan dilakukan secara bertahap di seluruh daerah hingga kuartal ketiga 2028. Namun semua daerah diwajibkan untuk mematuhi BBM dengan standar Euro 4 pada awal 2028.

Reporter: Andi M. Arief