Di tengah tantangan global terkait perubahan iklim dan kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon, perusahaan energi di seluruh dunia, termasuk Indonesia menghadapi tekanan untuk bertransisi ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Salah satu sumber energi yang dapat digunakan adalah gas.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Minyak dan Gas (SKK Migas), gas bumi akan berperan sangat strategis selama periode transisi energi. Gas bumi akan turut mendukung ketahanan energi nasional dan emisinya yang rendah menempatkannya ke dalam kategori energi bersih.
SKK Migas memproyeksikan, bauran gas bumi pada 2030 mencapai 22 persen dan pada 2050 mencapai 24 persen. Selain itu, volume kebutuhan gas bumi juga akan meningkat dari 61 juta ton minyak ekuivalen (MTOE) pada 2020 menjadi 242,9 MTOE pada 2050 atau meningkat 298 persen.
Senada, dalam diskusi Rapat Kerja Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bertema “Akselerasi Pemanfaatan Gas Bumi dalam Transisi Energi Menuju Net Zero” di Bandung, Kamis (8/8), Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengungkapkan, gas bumi sebagai komoditas memiliki beberapa nilai strategis.
“(Gas bumi) mendukung ketahanan energi, pertumbuhan ekonomi, serta pengembangan energi terbarukan, transisi energi, hingga sumber penerimaan negara,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Senin (4/11).
PLTGU Jawa-1, Strategi Kurangi Jejak Karbon
PT Pertamina (Persero), sebagai perusahaan energi terbesar dan kepanjangan tangan Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya melalui proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa-1 yang berlokasi di Cilamaya, Karawang, Jawa Barat.
Proyek ini tidak hanya berfungsi sebagai langkah penting dalam memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga sebagai bagian dari strategi Pertamina mengurangi jejak karbon dan mencapai target net zero emission (NZE).
Melansir situs web itb.ac.id, pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) adalah gabungan antara PLTG dengan PLTU, di mana panas dari gas buang dari PLTG digunakan untuk menghasilkan uap yang berfungsi sebagai fluida kerja di PLTU.
PLTGU Jawa-1 merupakan salah satu proyek strategis dalam upaya Indonesia meningkatkan pasokan listrik secara berkelanjutan. PLTGU ini dikelola oleh Jawa Satu Power, konsorsium antara Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) dengan kepemilikan saham 40 persen, Marubeni sebesar 40 persen, dan Sojitz sebesar 20 persen.
PLTGU Jawa-1 memiliki kapasitas terpasang mencapai 1.760 megawatt (MW) dan menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN). Pembangkit listrik ini mengintegrasikan floating storage and regasification unit (FSRU).
CEO Pertamina NRE Jhon Anis dalam wawancara tertulis kepada Katadata Green, Kamis (10/10), meyakini, PLTGU Jawa-1 dapat memberikan nilai ketahanan listrik nasional. “Lokasi (PLTGU Jawa-1) berada di pusat beban jaringan listrik Jawa-Bali sehingga mengurangi rugi hilang listrik pada saluran transmisi dan dapat memberikan pasokan listrik dengan cepat,”
PLTGU Jawa-1 menggunakan teknologi single shaft combined cycle gas turbine (CCGT) generasi terbaru sehingga menghasilkan harga jual listrik yang kompetitif. Dalam penjelasannya, Jhon Anis mengungkapkan, teknologi CCGT merupakan gabungan dari turbin gas dan turbin uap yang memiliki efisiensi tinggi mencapai 65 persen.
PLTGU ini menggunakan gas alam yang dicairkan (LNG) sebagai bahan bakar utama, yang disimpan di fasilitas FSRU dekat pembangkit. Dalam proses ini, gas alam digunakan untuk menggerakkan turbin gas, sementara sisa panas dari proses tersebut digunakan untuk menghasilkan uap yang menggerakkan turbin uap.
Selain itu, PLTGU Jawa-1 juga menggunakan teknologi black start capability yang dapat melakukan self start up ketika grid tidak tersedia imported power untuk keperluan start up pembangkit.
Lalu, dengan menggunakan LNG sebagai bahan bakar, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pun lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik konvensional sehingga sejalan dengan upaya reduksi emisi karbon sektor ketenagalistrikan.
PLTGU Jawa-1 juga menggunakan teknologi closed loop cooling tower system sehingga dapat mengurangi volume penggunaan air laut dalam mendukung operasional pembangkit.
“Teknologi-teknologi tersebut diproyeksikan mampu menekan emisi karbon sebesar 3,3 juta ton CO2e per tahun,” ungkap Jhon.
Dalam keterangan resmi, Pertamina mengungkapkan PLTGU Jawa-1 menghubungkan ketersediaan pasokan gas di Papua dengan kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan Bali.
PLTGU Jawa-1 menjadi titik pencapaian penting bagi Pertamina sekaligus menambah portofolio pemanfaatan energi bersih dalam bisnis perseroan.
“PLTGU Jawa-1 merupakan upaya Pertamina NRE untuk meningkatkan penggunaan energi bersih yang lebih ramah lingkungan sekaligus mendorong terwujudnya net zero emission (NZE) pada 2060,” kata dia.