Menteri Bahlil Usul Subsidi LPG Tidak Berubah, Lanjut Sistem Pendataan NIK

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/rwa.
Warga mengambil tabung gas elpiji 3 kilogram yang dibeli di Kampung Tambaklorok, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (5/12/2023).
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
4/11/2024, 14.52 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar tidak ada perubahan skema subsidi elpiji atau liquefied petroleum gas (LPG).

“Artinya, untuk LPG masih berlaku seperti sekarang, karena subsidi ini berkaitan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta konsumsi rumah tangga,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (4/11).

Pemerintah saat ini menerapkan skema subsidi tepat sasaran melalui pendataan nomor induk kependudukan (NIK) kepada setiap masyarakat yang membeli elpiji 3 kilogram. Aturan tersebut berlaku sejak 1 Januari 2024. 

Bahlil memastikan penyaluran subsidi LPG akan terus menggunakan skema itu. “Jadi pakai NIK, karena kalau tidak pakai ini orang akan beli dobel-dobel,” ujarnya.

Menurut data Kementerian ESDM per 30 April 2024, terdapat 41,8 juta NIK yang telah mendaftar subsidi tepat LPG. Dari jumlah tersebut, 86% pendaftarnya berasal dari sektor rumah tangga. Selebihnya 5,8 juta NIK dari usaha mikro; 12,8 ribu dari petani sasaran; 29,6 ribu dari nelayan sasaran; dan 70,3 ribu pengecer tabung gas melon.

Bahlil mengatakan pendataan subsidi LPG yang telah berjalan sejak 2023, ditargetkan selesai pada tahun depan. “Kami menargetkan paling lambat di kuartal pertama 2025,” ucapnya.

Untuk realisasi elpiji 3 kg dari Januari hingga Juli 2024 mencapai 4,74 juta metrik ton. Ankga ini sudah lebih dari setengah kuota 2024 yang sebesar  8,03 juta metrik ton.

Program subsidi tepat LPG dilakukan pemerintah untuk memastikan anggaran negara diterima oleh masyarakat yang dituju, seperti UMKM dan rumah tangga. Bahlil sebelumnya mengatakan, nilai subsidi energi yang berpotensi tidak tepat sasaran mencapai Rp 100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp 435 triliun.

“Jujur saya katakan ya, kurang lebih sekitar 20%-30% subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp 100 triliun,” kata Bahlil dikutip dari Antara.

Padahal, pemerintah menyediakan subsidi tersebut dengan tujuan untuk disalurkan kepada warga negara yang berhak. “Tidak mau kan subsidi yang seharusnya untuk saudara-saudara kita yang ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima yang ekonominya sudah bagus,” ujarnya.

Reporter: Mela Syaharani