Bahlil Sebut RI akan Impor Litium dari Australia untuk Baterai Kendaraan Listrik
Menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan Indonesia akan mengimpor litium dari Australia. Impor ini dilakukan untuk melengkapi kebutuhan empat bahan utama pembuatan baterai kendaraan listrik (EV).
“Sekarang kami sedang ada kerja sama dengan Australia untuk impor litium. Ini merupakan hal bagus karena market baterai EV Indonesia ke depan itu cukup besar, pemerintah juga ingin mendorong net zero emission pada 2060,” kata Bahlil dalam acara Indonesia Battery Summit 2025, Selasa (5/8).
Dia menyebut selama ini Indonesia mengimpor litium dari negara-negara Afrika. Melalui rencana impor dari Australia, menurutnya hal ini akan membuat harganya lebih ekonomis.
“Secara biaya transportasi, kemudian ada beberapa teman pelaku usaha sudah mengambil tambang di sana,” ujarnya.
Kendati demikian, Bahlil masih enggan merincikan berapa besar volume impor litium dari negeri kanguru.
Bahlil mengatakan untuk membuat baterai EV dibutuhkan empat komponen, terdiri atas nikel, mangan, kobalt, dan litium. Indonesia saat ini memiliki tiga sumber daya, kecuali litium.
Selain impor, Bahlil menyampaikan Indonesia hingga saat ini masih mencari sumber daya litium atau potensi cadangan litium dalam negeri.
“Ada yang bilang itu logam tanah jarang,” ujarnya.
Pertemuan Prabowo dengan Australia
Presiden Prabowo Subianto menerima lawatan dinas Perdana Menteri Australia Anthony Albanese di Istana Merdeka Jakarta pada Kamis (15/5). Salah satu topik yang dibahas yakni membuka peluang meningkatkan porsi impor litium dari Australia untuk proyek baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini Indonesia mengimpor 70 ribu sampai 80 ribu ton litium per tahun dari Australia.
Airlangga mengatakan, peningkatan porsi impor litium itu masih bersifat tentatif dan bergantung pada kebutuhan smelter di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah. Menurut Airlangga, kondisi tersebut bisa memicu peningkatan kebutuhan bahan baku litium nantinya.
“Nanti lihat tergantung kapasitas pabriknya, kan ada yang melakukan ekspansi,” kata Airlangga setelah agenda pertemuan Prabowo dan Albanese.
Ia menjelaskan Indonesia saat ini mengembangkan dua jenis teknologi baterai EV berbasis litium dan nikel. Airlangga mengatakan Presiden Prabowo memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan ekosistem manufaktur baterai EV domestik.
“Soal mineral kritis tentunya akan bicara mengenai ekosistem EV. Tadi Pak Presiden juga bicara mengenai hal itu,” ujarnya.