PGN Sebut Peran LNG Semakin Penting untuk Penuhi Kebutuhan Gas Domestik
PT Perusahaan Gas Negara Tbk, Subholding Gas Pertamina, menyebut peran gas alam cair atau LNG dalam memenuhi kebutuhan pelanggan akan semakin besar dalam beberapa tahun ke depan. Direktur Manajemen Risiko PGN Eri Surya Kelana mengungkapkan alasannya karena pasokan gas dari hulu diprediksi akan semakin menurun.
“Tahun-tahun ke depan (kebutuhan) LNG juga meningkat. Kalau kami lihat, produksi gas bumi dari Medco mungkin akan turun drastis pada 2028,” kata Eri dalam acara Energy Insight Forum, Gas Outlook 2026: Powering Energy Resilience With Strong Governance di Jakarta, Kamis (4/12).
LNG nantinya berfungsi untuk menjadi substitusi atau menggantikan peran gas pipa yang produksinya akan menurun. Demi menjaga kerbelangsungan pasokan, PGN kini terus mencari sumber gas baru, termasuk mengoptimalkan pemanfaatan LNG domestik.
Pada 2024 jumlah bauran LNG untuk kebutuhan gas pipa PGN berkisar 10%. Tingkat baurannya akan bertambah menjadi 18-20% di 2026.
Eri mengatakan pemanfaatan LNG semakin penting dalam menjaga keberlangsungan pasokan, sembari menunggu beroperasinya sumber-sumber gas bumi baru, seperti Masela dan Andaman. Dalam hitungannya, kebutuhan gas pelanggan PGN diproyeksikan tumbuh 2%–3% per tahun.
PGN menyoroti tiga tantangan utama yang perlu diatasi terkait pasokan gas, yakni availability (ketersediaan pasokan), affordability (keterjangkauan harga, terutama dengan meningkatnya porsi LNG sebagai bauran energi), dan accessibility (kesiapan dan fleksibilitas infrastruktur).
"Kami mendorong orkestrasi antara pemerintah, pelaku hulu, pelaku usaha midstream dan downstream (hilir), serta sektor industri, yang menjadi faktor penentu ketahanan energi ke depan,” ujar Eri.
Saat ini PGN mengelola jaringan infrastruktur gas terbesar dan terintegrasi di Indonesia, mencakup lebih dari 35 ribu kilometer jaringan pipa, berbagai fasilitas LNG, serta lebih dari 800 ribu sambungan jaringan gas rumah tangga. Infrastruktur tersebut menjadi tulang punggung penyaluran gas ke sektor industri, komersial, serta rumah tangga dan pelanggan kecil.
Potensi Defisit Gas
Perusahaan akuntansi EY Indonesia menyebut produksi gas Indonesia saat ini masih dalam kondisi aman. Indikasi itu terlihat dari fakta negara ini melakukan ekspor gas ke negara lain.
Namun, menurut EY Parthenon EY Indonesia Eric Listyosuputro, RI berpotensi mengalami defisit pasokan gas setidaknya dalam tujuh tahun mendatang. Hal ini dapat terjadi apabila tidak ada investasi baru puncak produksi gas Indonesia terjadi di 2030.
“Bisa menjadi defisit pada 2032-2033. Hal ini karena permintaan di domestik akan semakin besar,” kata Eric di acara yang sama.
Indonesia saat ini masih memiliki banyak potensi gas bumi di hulu tapi investasinya menghadapi beberapa tantangan. Uang utama adalah keberadaan pusat permintaan berada jauh dari sumbernya.
Potensi hulu gas Indonesia saat ini mayoritas berada di wilayah timur Indonesia, sedangkan permintaan atau kebutuhan gas berada di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.
Tantangan berikutnya berasal dari sisi midstream yang membutuhkan proses regasifikasi, pipa, dan distribusinya kepada para pengguna. Untuk menyelaraskannya dibutuhkan investasi besar.
Menurut Eric, untuk mengatasi tantangan ini dibutuhkan kebijakan yang bisa memastikan midstream dan hulu berjalan bersamaan. “Yang terjadi di Indonesia pada masa depan adalah permintaan yang tumbuh cepat dibandingkan ketersediaan pasokan dan infrastruktur,” ucapnya.
Catatan Redaksi: Berita ini mengalami perubahan judul dan isi pada Jumat, 5 Desember 2025 pukul 18: 45 WIB usai mendapatkan klarifikasi dari pihak terkait.